Sabtu, 06 Juli 2013

JAMINAN KEAMANA PANGAN PADA PEMOTONGAN AYAM



TUGAS MANDIRI                                            DOSEN PEMBIMBING
ABATOIR DAN TPT TERNAK             drh.JULLY HANDOKO,M.KL

JAMINAN KEAMANA PANGAN PADA PEMOTONGAN AYAM



OLEH :
INDRA JONI
(11181103547)

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM  RIAU PEKANBARU
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia. Beberapa kasus keracunan atau penyakit karena mengkonsumsi makanan yang tercemar mikroba telah banyak terjadi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa keamanan pangan masih perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Bahan pangan asal hewan merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme patogen.
Banyak titik kritis yang sangat potensial untuk terjadinya kontak dan masuknya mikroba kedalam bahan pangan  asal hewan serta olahannya. Oleh karena itu perlu dilakukan biosecurity  terhadap cemaran mikroba dalam menjaga keamanan pangan dari Peternakan sampai meja makan (From farm to the table) yaitu dari Peternakan (Farm), rumah potong, pasar, dan konsumen (Syukur, 2006).
Indonesia tahun 2010 mencanangkan swasembada daging, dimana saat ini konsumsi daging nasional didominasi oleh karkas atau daging ayam. Saat ini telah diambil langkah-langkah positif diantaranya pengadaan bibit ternak unggul, tersedianya pakan yang bermutu, dan manajemen yang handal serta perlu diadakan revitalisasi dan penataan RPA yang standar. Peningkatan produksi karkas ayam dalam rangka swasembada daging harus diikuti dengan peningkatan mutu dan keamanan pangan serta menjamin kehalalannya (Abubakar, 2008).
1.2.Tinjauan Kepustakaan
Pangan (makanan) merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia selain kebutuhan akan sandang dan papan. Konsumsi pangan yang cukup dalam kuantitas dan kualitas akan menjamin tercukupinya nilai gizi seseorang yang pada akhirnya dapat menentukan derajat kesehatan dan kualitas sumber daya manusia. Dua hal yang harus di penuhi dalam hal pemenuhan gizi yaitu ketersediaan atau ketahanan pangan (food security) dan keamanan pangan (food safety). Hal ini berarti makanan harus tersedia dalam jumlah cukup dan juga harus aman untuk dikonsumsi (Murdiati, 2006; Prima, 2009).
Sumber daging di Indonesia adalah ternak besar terutama sapi dan unggas. Penyedia daging di pasaran terutama adalah Rumah Potong Hewan (RPH) dan RPA (Rumah Potong Ayam) (Anonimus, 2008). Daging adalah bagian dari hewan yang dipotong dan lazim dikonsumsi manusia, termasuk otak serta isi rongga dada dan rongga perut (Gustiani, 2009).
Ayam potong sebagai produk makanan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kualitas merupakan tuntutan yang harus dipenuhi. Sehingga dalam proses pemotongan ayam harus diperhatikan masalah sanitasi dan nilai estetikanya. Kondisi sekarang ini, kegiatan proses produksi pemotongan ayam dilakukan secara manual dimana masalah kebersihan kurang mendapat perhatian yang serius (Marzuki, dkk., 2002).
Beberapa hal penting yang dikhawatirkan dalam produk asal hewan adalah adanya kontaminasi atau pencemaran mikroba, residu obat hewan seperti produk biologis, farmasetik serta premiks dan bahan kimia serta pemakaian bahan pengawet tertentu yang merugikan konsumen. Pemerintah melalui bidang kesehatan masyarakat veteriner sesuai kewenangannya telah mengatur pemakaian berbagai obat hewan dan menyiapkan produk asal hewan dan hasil olahannya yang layak untuk dikonsumsi manusia serta mengatur pengawasan dan pembinaannya sehingga tidak berdampak buruk bagi masyarakat sebagai konsumenn.Dalam peraturan pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang kesehatan masyarakat veteriner ditetapkan bahwa daging yang layak dikonsumsi manusia harus memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Untuk memenuhi kriteria tersebut beberapa perlakuan disyaratkan baik untuk hewan hidup yang akan dipotong di rumah potong hewan (RPH) atau rumah potong unggas (RPU), hewan perah maupun ayam petelur, penanganan daging, pengangkutan, tempat penjualan dan pengawetan (Prima, 2009).
Kualitas daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, pada waktu ayam masih hidup, pada pemotongan dan setelah ayam dipotong. Pada waktu ayam masih hidup, faktor penentu kualitas daging ayam adalah cara pemeliharaan, yaitu pemberian makanan, tatalaksana pemeliharaan dan perawatan kesehatan. Pada proses pemotongan hal yang sangat mempengaruhi adalah peralatan, lingkungan, pengeluaran darah ayam dengan sempurna. Kontaminasi mikroba dari proses  pengulitan, pencucian jeroan dan pemaketan setalah pemotongan sanagt mempengaruhi kualitas daging. Ciri ciri daging yang terkonntaminasi mikroba seperti kotor, mengilap, kental dan basah ( pseudomonas, achobacter, streptococco, dan bacillus), daging berwarna hijau, daging berbau tengik, daging berwarna kebiruan dan berbau busuk (Murtidjo,2003).
            Kualitas daging ayam yang tidak baik, kriterianya antara lain: Bau dan rasa tidak normal, mungkin diakibatkan unggas sakit pada saat dipotong atau unggas sedang dalam masa pengobatan dengan antibiotika pada saat dipotong (daging berbau obat-obatan), warna daging tidak normal,  konsistensi jelek (terasa agak sedikit lunak) daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu relatif lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh enzim-enzim dalam daging yang menghasilkan amoniak dan asam sulfide (Anonimus, 2004).
Daging ayam yang normal berwarna putih pucat, bagian otot dada dan otot paha kenyal, bau agak amis sampai tidak berbau. Ciri-ciri daging ayam yang mengandung formalin seperti berwarna putih mengkilat, konsistensi sangat kenyal, permukaan kulit tegang, bau khas formalin, biasanya tidak dihinggapi oleh lalat (Anonimus, 2004). Gambar daging sehat dapat dilihat pada Gambar 1.
http://mulyadiveterinary.files.wordpress.com/2011/05/a1.jpg?w=645
Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan sebelumnya lebih erat dikaitkan sebagai masalah kesehatan masyarakat. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan masyarakat. Sedangkan badan pangan dan kesehatan dunia FAO/WHO (1997) mendefinisikan keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya terhadap konsumen ketika pangan disiapkan dan dikonsumsi sesuai dengan peruntukannya (Pardede, 2009).
Pada dasarnya ada dua teknik pemotongan ayam, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pemotongan secara langsung (tradisional) dilakukan setelah ayam dinyatakan sehat. Ayam disembelih dibagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis. Pemotongan ayam secara tidak langsung dilakukan melalui proses pemingsanan dan setelah ayam benar-benar pingsan baru dipotong. Pemingsanan dimaksudkan untuk memudahkan penyembelihan dan agar ayam tidak tersiksa dan terhindar dari resiko perlakuan kasar sehingga kualitas kulit dan karkas yang dihasilkan lebih baik (Abubakar, 2003).











BAB II
PEMBAHASAN
            Beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan, mutu dan keamanan karkas ayam adalah lingkungan atau tempat penyipanan (air, suhu, dan oksigen) zat gizi, organisme pembusuk dan adanya zat penghambat pertumbuhan. Abubakar (2009) menyatakan bahwa karkas ayam mudah dan cepat rusak, karena mengandung air (65-70%), protein (19-22%), lemak (10-12%), dan mineral (1-2%), yang mudah bereaksi, terdegradasi, mendorong aktivitas enzim serta merupakan media yang baik untuk perkembangan mikroba. Tipe kerusakan produk tergantung pada komposisi, struktur, tipe mikroba dan kondisi penyimpanan produk.
Tahap-Tahap Menjaga Keamanan Pangan pada Pemotongan Ayam
2.1. Persiapan Sebelum Pemotongan
  • Penampungan Ayam di RPA/RPU
Unggas yang akan dipotong di RPA/RPU harus dalam kondisi yang sehat, untuk iu dilakukan pemeriksaan kesehatan unggas. Bila ada unggas yang sakit, maka unggas tersebut langsung dipisahkan dari unggas yang lain. Rumah Potong Unggas/Ayam (RPU/RPA) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong unggas/ayam bagi konsumsi masyarakat umum.
Untuk membangun RPA/RPA, diperlukan persyaratan lokasi dan tersedianya sarana yang cukup memadai, hal ini tercantum dalam SNI 01-6160-1999. Persyaratan kelengkapan bangunan dan tata letak RPA sudah diatur juga dalam SNI 01-6160-1999, hal ini untuk meningkatkan kinerja RPA dalam menghasilkan karkas dan daging yang bermutu dan asuh. Untuk menghasilkan karkas ayam yang Asuh (aman, sehat, utuh dan halal) dibutuhkan tempat dan peralatan yang bersih, sehat dengan proses pemotongan yang halal.
Persyaratan bangunan utama sebuah RPA harus dibedakan antara daerah kotor dan daerah bersih. Menurut SNI 01-6160-1999, daerah kotor adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik tinggi, sedangkan daerah bersih adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik yang rendah. Fasilitas utama yang dimiliki RPH antara lain sumber air, listrik, jalan, dan instalasi pengolah limbah (Anonimus, 2008).
            Sebagian besar penyembelihan ayam di RPA tradisional belum mendapat sentuhan inovasi teknologi yang memadai dan kurang memperhatikan sanitasi pada alat-alat pemotongan dan penanganan karkas sehingga menghasilkan karkas ayam yang bermutu rendah, untuk menghasilkan karkas ayam bermutu, maka sebelum ayam disembelih harus diistirahatkan selama 12-24 jam. Hal ini untuk menghindari stres pada ayam. Kondisi stres pada ayam mengakibatkan adanya perubahan glikogen menjadi asam laktat sehingga pH daging turun menjadi 5-6 dan hal ini memberikan peluang bagi bakteri dan mikroorganisme lain tumbuh subur yang dapat merusak daging.
            Kerusakan yang sangat berpengaruh pada daging ayam adalah kerusakan fisik pada daging ayam. Kerugian akibat kerusakan fisik pada karkas selama penyembelihan ayam mencapai 10%. Kerugian terbesar pada karkas, sebagai akibat memar-memar pada paha dan dada yang terjadi 1-13 jam sebelum pemotongan. Faktor-faktor yang menyebabkan memar-memar pada karkas ayam: terlalu padatnya tempat ayam, perlakuan kasar pada ayam saat pengangkutan atau pemotongan, iritasi dan cysts pada dada, faktor genetis, penyumbatan pembuluh darah, freezer burn, darkened bones dan black melanin.
2.2.Pemotongan Ayam
            Pada proses penyembelihan, pengeluaran darah harus cepat dan keluar sebanyak mungkin, oleh karena itu saat dan setelah penyembelihan ayam harus digantung, sebab disamping arteri dan vena yang terpotong merupakan pintu saluran kontaminasi bakteri untuk masuk dalam tubuh ayam dan lagi pula darah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Teknik penyembelihan ayam yang baik yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis dan oesofagus sehingga darah keluar secara keseluruhan dan berlangsung sekitar 60-120 detik yang berdampak terhadap kebersihan dan kesehatan karkas ayam. Teknik pencabutan bulu merupakan tahapan untuk mendapatkan karkas yang bersih dari kotoran dan bulu. Dengan teknologi perendaman dalam air panas pada temperatur 50-54 0C selama 30-45 detik untuk ayam muda dan 55-58 0C selama 45-90 detik untuk ayam tua, menyebabkan mudahnya pencabutan bulu, kulit bersih dan cerah, serta tidak mudah terkontaminasi bakteri.
            Organ dalam ayam (Viscera) merupakan tempat kotoran, sehingga harus dikeluarkan sesempurna mungkin. Lakukan pencucian karkas dengan menggunakan air suhu 5-10oC dengan kadar klorin 0,5-1 ppm, hal ini untuk menghindari dan menekan pertumbuhan bakteri, sehingga mutu dan keamanan karkas ayam tetap terjaga.
2.3.Penanganan Setelah Pemotongan
            Karkas ayam mudah terkontaminasi mikroorganisme dari tempat penyembelihan, alat-alat, dan dari pekerja, sehingga karkas cepat rusak, serta menurunkan mutu. Oleh karena itu untuk menghindari masuknya mikroorganisme pada karkas ayam perlu dilakukan pengemasan dan pendinginan. Fungsi utama pengemasan adalah untuk melindungi karkas terhadap kerusakan yang terlalu cepat, baik kerusakan fisik, perubahan kimiawi, maupun kontaminasi mikroorganisme serta untuk menampilkan produk dengan cara yang menarik. Serta untuk mencegah perkembangan bakteri, maka pada pengemasan karkas ayam, suhu karkas ayam sebelum dikemas maksimal 7 – 10 0C, dengan bahan pengemas plastik yang tidak toksik, tidak bereaksi dengan produk serta mampu mencegah terjadinya kontaminasi pada produk.
            Supaya karkas ayam tidak mudah rusak, rasa dan nilai gizinya dapat dipertahankan, teknik penyimpanan bertujuan melindungi konsumen dari berbagai reaksi senyawa yang dikandung karkas ayam, akibat kontaminasi mikroba pathogen yang dapat meracuni konsumen. Dalam pengangkutan karkas ayam, kondisi karkas harus ASUH, alat transportasi yang digunakan harus tertutup (berupa boks) dan temperatur ruangan harus (– 400C ) – 0 0C, yang memungkinkan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme selama transportasi. Waktu tempuh transportasi yang singkat, tempat tertutup pada suhu ruang tersebut dapat mempertahankan mutu dan Keamanan karkas ayam.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
               Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan masyarakat. Hal yang harus di penuhi dalam hal pemenuhan gizi yaitu ketersediaan atau ketahanan pangan (food security) dan keamanan pangan (food safety). Kualitas daging ayam dipengaruhi oleh beberapa factor, baik pada waktu ayam masih hidup maupun setelah ayam dipotong. Daging ayam yang normal atau seperti warna putih pucat, bagian otot dada dan otot paha kenyal, bau agak amis sampai tidak berbau. Karkas ayam mudah dan cepat rusak, karena dimempengaruhi oleh linkungan atau tempat penyipanan (air, suhu, dan oksigen), zat gizi, organisme pembusuk dan adanya zat penghambat pertumbuhan.
          Beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan, mutu dan keamanan karkas ayam adalah lingkungan atau tempat penyipanan (air, suhu, dan oksigen) zat gizi, organisme pembusuk dan adanya zat penghambat pertumbuhan. Abubakar (2009) menyatakan bahwa karkas ayam mudah dan cepat rusak, karena mengandung air (65-70%), protein (19-22%), lemak (10-12%), dan mineral (1-2%), yang mudah bereaksi, terdegradasi, mendorong aktivitas enzim serta merupakan media yang baik untuk perkembangan mikroba. Tipe kerusakan produk tergantung pada komposisi, struktur, tipe mikroba dan kondisi penyimpanan produk
Tahap-Tahap Menjaga Keamanan Pangan pada Pemotongan Ayam
·         Penampungan Ayam di RPA/RPU
Unggas yang akan dipotong di RPA/RPU harus dalam kondisi yang sehat, untuk iu dilakukan pemeriksaan kesehatan unggas
·         Pemotongan Ayam
            Pada proses penyembelihan, pengeluaran darah harus cepat dan keluar sebanyak mungkin, oleh karena itu saat dan setelah penyembelihan ayam harus digantung, sebab disamping arteri dan vena yang terpotong merupakan pintu saluran kontaminasi bakteri untuk masuk dalam tubuh ayam dan lagi pula darah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme
·         Penanganan Setelah Pemotongan
            Karkas ayam mudah terkontaminasi mikroorganisme dari tempat penyembelihan, alat-alat, dan dari pekerja, sehingga karkas cepat rusak, serta menurunkan mutu
3.1.Saran
Bapak.ibuk dan teman pendengar atau pembaca makalah ini, mohon kritik dan saran yang bersifat membangun makalah ini untuk lebih baik kedepan nya.
Penulis merasa sungguh banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun hal lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3924-1995 tentang Mutu Karkas dan
Daging Ayam Pedaging. Departemen Pertanian, Jakarta.
_______________________. 1999. SNI 01-6160-1999 tentang Rumah Pemotongan
Unggas. Departemen Pertanian, Jakarta.
Anggorodi, H.R.1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
http://www.keamanan pangan.com
http://www.keamanan pangan dan pemotongan ternak.com