ILMU DAN TEKHNOLOGI
PENGOLAHAN DAGING
DISUSUN OLEH:
Indra joni
JURUSAN ILMU
PETERENAKAN
FAKULTAS PERTANIAN DAN
PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telah diketahui
bahwa daging dan produk daging merupakan jenis pangan yang mudah rusak sehingga
harus diolah secara tepat agar dapat memperpanjang masa simpannya. Daging harus
diolah dengan komposisi bumbu-bumbu dan proses yang benar agar dapat menjadi
produk yang lebih meningkatkan palatabilitas yang sering dikenal dengan
“Kornet”. Pembuatan kornet merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai
ekonomi produk daging dan memperpanjang umur simpan produk daging. Kornet
dibuat dengan metode presto sehingga dapat mengurangi kadar air yang memicu
pembusukan. Selain dengan pengawetan yang konvensional yaitu dengan perebusan
(presto), dalam pembuatan kornet juga menggunakan pengawetan yang modern
melalui proses curing. Proses ini dilakukan dengan cara merendam daging
ke dalam larutan gula, garam, dan senyawa kimia yang disebut sendawa. Komposisi
dari gula, garam, dan sendawa harus tepat agar tidak merusak produk dan membahayakan
kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Selain untuk pengawetan, proses curing
juga digunakan untuk mempertahankan pigmen warna merah pada daging agar warna
daging tetap menarik (merah) walaupun telah mengalami pengolahan yang cukup
lama.
Telah disebutkan di atas apabila tujuan pembuatan kornet ini
salah satunya untuk meningkatkan nilai ekonomi agar diterima masyarakat.Oleh
karena itu, sebelum dipasarkan kornet ini harus diuji secara organoleptki, baik
uji hedonik maupun uji mutu hedonik.Tujuan dari uji hedonik atau uji kesukaan
yaitu untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu secara umum, misalnya
rasa, aroma, warna, dan tekstur.Sementara itu, uji mutu hedonik digunakan untuk
melihat kualitas/mutu dari produk yang dihasilkan.
Tujuan
Tujuan makalah ini
adalah mengetahui proses pembuatan kornet dan pengaruhnya. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk melihat rataan hasil uji mutu hedonik dan uji hedonik
pada hasil kornet yang telah dibuat.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging
didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dapat atau pantas digunakan
sebagai bahan makanan (Judge, 1989) termasuk di dalamnya jaringan otot,
organ-organ seperti hati, limpa, ginjal, dan otak, serta jaringan lain yang
dapat dimakan (Lawrie, 1985). Sementara itu, menurut Soeparno (1994), daging
diartikan sebagai semua jaringan hewan yang dapat dimakan oleh manusia serta
semua produk hasil olahan yang dapat dibuat dari jaringan tersebut.Daging yang
dikonsumsi berasal dari hewan darat yang diternakkan atau hewan liar dan
air.Produk daging yang telah diolah dengan baik memiliki kandungan nilai gizi
yang cukup tinggi. Komponen terbesar dalam daging adalah air (65-80%) kemudian
protein yang merupakan komponen terbesar dari berat kering (16-22%), lemak
(1,3-13%), karbohidrat (0,5-1,3%) dan mineral (1%). Daging merupakan sumber
potein yang tinggi, disebabkan protein daging merupakan komponen bahan kering
yang terbesar pada daging. Menurut Lawrie, 1995, dipandang dari segi nutrisinya
daging adalah sumber asam amino esensial yang sangat baik dan sedikit
mineral-mineral tertentu.
Komposisi daging
relative mirip satu sama lain, terutama kandungan proteinnya yang berkisar
15-20 persen dari berat bahan. Protein merupakan komponen kimia terpenting yang
ada di dalam daging. Protein yang terkandung di dalam daging, seperti halnya
susu dan telur. Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan yang
bersumber dari bahan pangan nabati.Nilai protein daging yang tinggi disebabkan
oleh kandungan asam amino esensialnya yang lengkap dan seimbang (Buckle et
al., 1987).
Daging merupakan
bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) karena daging merupakan media
yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pengawetan daging mempunyai tujuan
antara lain untuk mengamankan daging dari kerusakan atau pembusukan oleh
mikroorganisme dan memperpanjang masa simpan (shelf life) daging. Pengawetn
berarti menghambat atau membatasi reaksi-reaksi enzimatis, kimia dan kerusakan
fisik daging.Pengawetan yang menghasilkan produk yang sifat fisiknya berubah
dari bahan bakunya dikenal dengan istilah pengolahan (Buckle et al.,
1987).
Curing
Menurut Soeparno
(1994) curing adalah cara processing daging dengan menambahkan beberapa
bahan seperti garam NaCl, Na-nitrat dan atau Na-nitrit dan gula (dekstrosa atau
sukrosa), serta bumbu-bumbu. Maksud curing antara lain untuk mendapatkan
warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi
pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa simpan produk
daging.
Menurut Tjokronegoro (1980), garam dapur yang terdapat dalam
larutan berfungsi sebagai bahan pengawet, Garam meresap ke dalam jaringan
daging sampai tercapai keseimbangan tekanan osmosis antara bagian dalam dan
luar daging (Soeparno, 1994). Sejumlah bakteri terhambat pertumbuhanya pada
konsentrasi garam 2%. Mikroorganisme pembusuk, proteolitik dan pembentuk spora
paling mudah terpengaruh oleh adanya garam, walau dengan kadar 6% (Buckle et
al., 1987).
Gula berfungsi
untuk menetralkan rasa asin yang timbul oleh garam dan pengaruh dehidrasi serta
memperoleh warna yang menarik dan stabil. Selain itu dalam proses curing
biasanya ditambahkan Na-nitrat atau Na-Nitrit atau disebut sendawa. Namun
penggunaan nitrat sekarang dilarang. Nitrat dan nitrit dipergunakan dengan
tujuan untuk mengembangkan warna daging menjadi merah muda terang dan stabil,
mempercepat proses curing, preservatif mikrobial yang mempunyai pengaruh
bakteriostatik dan sebagai agensia yang mampu memperbaiki flavor dan
antioksidan (Soeparno, 1994).
Kornet
Kornet berasal dari
bahasa Yunani yaitu corned yang berarti diawetkan atau dicuring dengan
garam. Kornet didefinisikan sebagai daging yang diawetkan dalam kaleng. Kornet
merupakan produk yang unik, karena pada mulanya kornet merupakan hasil proses
produksi dari pemisahan ekstraksi daging sapi, dengan cara dimasak untuk
memperoleh larutan yang berwarna coklat dan mempunyai citarasa yang khas.
Residu pemasakan diiris-iris, diberi garam dan nitrat, dicampur dan dimasukan
kedalam kaleng untuk mengalami proses sterilisasi (Wilson et al., 1981).
Kornet sapi merupakan produksi emulsi yaitu campuran dari dua macam cairan atau
lebih yang tidak saling melarutkan (Kramlich, 1971).
Kornet merupakan salah satu jenis daging olahan yang berupa
daging giling kasar dengan bahan tambahan bahan pengisi dan bahan pengikat
serta bumbu-bumbu (Subyantoro, 1996). Menurut Dewan Standarisasi Nasional
(1995), kornet umumnya dibuat dari daging sapi, dan pembuatan kornet daging
yang digunakan merupakan potongan daging segar atau beku (yang telah memenuhi
persyaratan dan peraturan yang berlaku). Hadiwiyoto (1983), menyatakan bahwa
kornet merupakan hasil olahan daging sapi dengan kentang sebagai bahan pengikat
serta bumbu-bumbu berupa bawang merah, kaldu, garam, merica, dan natrium nitrit.
Bumbu – bumbu
Bumbu merupakan
bahan aromatik yang diperoleh dari tumbuhan atau diproduksi secara
sintetis.Bumbu-bumbu ini memberikan cita rasa yang enak yang diinginkan dalam
produk, bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang merah, gula, garam, dan
merica (Subyantoro, 1996).Bawang merah biasa digunakan sebagai bahan penyedap
sehari-hari yang disukai karena aroma yang khas. Bau dan cita rasa yang khas
bawang merah disebabkan adanya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur
seperti profil sulfur (Sunarjono, 1995). Garam selain pemberi rasa juga
berfungsi sebagai pelarut protein dan sebagai pengawet karena dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Kramlich, 1973).Merica/lada biasa ditambahkan pada bahan
makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang
pedas dan aromanya yang khas.Kedua sifat tersebut disebabkan kandungan
bahan-bahan kimia organik yang terkandung dalam merica. Selain itu dalam proses
pembuatan kornet juga ditambahkan tomat, yang dalam pengunaannya tomat diseduh
dengan air panas kemudian dikelupas kulitnya. Bagian yang digunakan adalah
bagian dalam dari tomat.Pemberian tomat berfungsi sebagai penambah aroma khas
pada kornet (Zeitsev et al., 1969).
Penilaian Organoleptik
Penilaian
organoleptik merupakan pengujian terhadap produk pangan dengan menggunakan
panca indra yaitu penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan, dan
pendengaran. Uji organoleptik antara lain berfungsi untu mengetahui penerimaan
produk pangan (Desroisier, 1988).
Organoleptik merupakan salah satu mutu yang melekat pada
bahan/produk pangan selain mutu fisik, kimia, dan mikrobiologis karena
bahan/produk pangan memiliki nilai mutu subyektif yang menonjol dari sifat
objektifnya.Jika mutu obyektifnya dapat diukur dengan instrumen fisik, maka sifat
mutu subyektifnya hanya dapat diukur dengan instrumen manusia. Uji organoleptik
disebut juga uji sensori karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan sensori
organ indra. Sifat umum organoleptik secara garis besar terdiri dari 4
golongan, yaitu visual (warna dan keempukan), aroma, rasa, tektur, namun
kadang-kadang bisa lebih tergantung pada jenis dan spesifikasi bahan/produk
pangan (Syardy, 2009).Namun, ada juga yang menyebutkan bahwa uji organoleptik
pada daging meliputi warna daging, tekstur, kilap, kebasahan, kekenyalan, dan
marbling.
Menurut Soekarto
(1990), tujuan dari uji hedonik atau uji kesukaan yaitu untuk mengetahui respon
panelis terhadap sifat mutu secara umum, misalnya rasa, aroma, warna, dan
tekstur. Panel hedonik menyangkut aseptabilitas komoditi oleh masyarakat, oleh
karena itu anggota panel harus dapat mewakili masyarakat.
MATERI DAN METODE
Materi
Alat yang harus
dipersiapkan untuk pembuatan kornet antara lain panci presto, spatula, telenan,
dan pisau. Sementara itu bahan yang digunakan dibedakan untuk dua proses yaitu
proses curing dan proses pengolahan daging. Bahan yang harus
dipersiapkan untuk proses curing antara lain daging 1000 gram, garam
(3-4%) atau 40 gram, gula 6% atau 60 gram, dan sendawa 200 ppm. Sementara itu,
bahan (bumbu-bumbu) yang harus dipersiapkan untuk proses pengolahan daging
menjadi kornet antara lain, daging yang telah di curing susu 200 ml,
pala bubuk 3 gram, merica 4 gram, tomat 3 buah, bawang merah 10 butir, penyedap
7 gram, dan air.
Metode
Proses pembuatan
kornet ini dibagi menjadi dua yaitu pertama proses curing dan yang kedua
adalah proses pengolahan daging. Proses curing pada kornet termasuk
dalam curing kering. Prosedur yang harus dilakukan dalam proses curing
antara lain 1) semua bahan harus dipersiapkan dulu; 2) daging dipotong-potong
dan diletakkan dalam suatu wadah; 3) didalam wadah berisi daging tersebut
dimasukkan garam 40 gram, gula 60 gram, dan sendawa 200 ppm; 4) setelah semua
bahan dimasukkan, daging dan bahan harus diaduk-aduk sampai merata agar semua
bahan dapat meresap ke semua daging; dan 5) daging tersebut didiamkan selama 24
jam.
Sementara itu prosedur yang harus dilakukan dala pengolahan
daging antara lain 1) daging yang telah dicuring selama 24 jam dicuci
sampai bersih sampai tidak berasa asin lagi; 2) dipersiapkan bumbu-bumbu yang
akan digunakan untuk memasak kornet; 3) daging dipresto dengan menggunakan
panci presto, tetapi harus ditambahkan pala dan merica terlebih dahulu; 4) setelah
daging lembek, ditambahkan susu, tomat, bawang merah, dan penyedap; dan 5)
daging direbus kembali sampai benar-benar matang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Hasil Rataan Uji Mutu Hedonik pada
Kornet
Sampel
|
Aroma
|
Tekstur
|
Kekenyalan
|
Warna
|
Curing
|
3
|
4
|
3
|
3
|
Kornet
|
2
|
4
|
-
|
2
|
Keterangan :
1 = sangat khas /
sangat kasar / sangat kenyal / sangat cerah
2 = khas / kasar /
kenyal / cerah
3 = agak khas /
agak kasar / agak kenyal / agak cerah
4 = tidak khas /
lembut / tidak kenyal / gelap
5 = sangat tidak
khas / sangat lembut / sangat tidak kenyal / sangat gelap
Tabel 2. Hasil
Rataan Uji Hedonik pada Kornet
Sampel
|
Rasa
|
Aroma
|
Tekstur
|
Warna
|
Kornet
|
2
|
2
|
2
|
2
|
Keterangan :
1 = sangat suka
2 = suka
3 = netral
4 = tidak suka
5 = sangat tidak
suka
Pembahasan
Kornet merupakan
salah satu produk olahan daging yang telah lama dikenal dan disukai oleh
masyarakat.Produk ini merupakan salah satu upaya untuk membuat umur simpan
daging menjadi lebih lama.Namun, dalam pengolahannya harus tetap memperhatikan
prosedur yang telah ditetapkan oleh instansi terkait agar hasilnya maksimal dan
tidak membahayakan kesehatan.Produk daging yang berupa kornet ini telah banyak
dipasarkan diberbagai wilayah, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Oleh
karena itu,dalam pengolahannya tidak boleh sembarang dalam menjaga mutu dan
citarasanya. Untuk mengetahui mutu dan citarasa kornet yang telah dihasilkan
dilakukan pengujian organoleptik yang meliputi uji mutu hedonik dan uji
hedonik.
Proses pembuatan
kornet akan dibedakan menjadi dua, yaitu pertama proses curing dan yang
kedua adalah proses pengolahan daging. Menurut Soeparno (1994), proses curing
merupakan cara processing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti
garam NaCl, Na-nitrat dan atau Na-nitrit dan gula (dekstrosa atau sukrosa),
serta bumbu-bumbu. Hasil penilaian oragnoleptik berdasarkan uji mutu hedonik
terhadap daging hasil curing menunjukkan bahwa aroma agak khas (3),
tekstur lembut (4), kekenyalan agak kenyal (3), dan warnanya agak cerah.Berdasarkan
hasil dari oraganoleptik menunjukkan bahwa aroma pada daging yang telah dicuring
selama 24 jam adalah agak khas. Hal ini merupakan pengaruh dari proses curing
yang mampu mempertahankan aroma dari daging. Penyataan ini dukung oleh Soeparno
(1994) yang mengatakan bahwa maksud curing antara lain untuk mendapatkan
warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi
pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa simpan produk
daging. Namun, mungkin hasil pratikum ini sedikit berbeda karena aroma yang
dihasilkan adalah agak khas.Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor salah
satunya adalah waktu curing yang kurang lama dan mungkin kondisi dari
daging itu sendiri.
Sementara itu,
proses curing ini juga telah membuat tekstur daging menjadi lembut. Tekstur
daging yang lembut ini merupakan dampak positif dari proses curing. Hal ini
didukung oleh Soeparno (1994) yang mengatakan bahwa maksud curing antara
lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang
baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama processing serta
memperpanjang masa simpan produk daging. Berdasarkan hasil praktikum, dapat
kita lihat bahwa setelah mengalami proses curing kekenyalan daging
menjadi agak kenyal. Kekenyalan ini tentunya masih terkait dengan tekstur yang
dimiliki oleh daging setelah dicuring. Tekstur dan kekenyalan akan
berkorelasi positif.
Selanjutnya, adalah warna daging.Warna pada daging hasil
curing diperoleh hasilnya adalah agak cerah. Seperti yang telah dinyatakan oleh
Soeparno (1994) bahwa maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna
yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi
pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa simpan produk
daging. Berkat adanya proses curing tersebut, kecerahan warna daging
masih dapat dipertahankan, walaupun tidak sempurna. Ketidaksempurnaan warna
daging mungkin juga dipengaruhi oleh lamanya waktu dalam proses curing.
Seperti pada praktikum sebelumnya, karena proses curing kurang lama
mengakibatkan warna daging menjadi gelap (proses curing tidak dapat
mempengaruhi warna). Berikut disajikan reaksi yang terjadi selama perkembangan
warna daging proses hingga tercapai warna yang stabil (Forrest et al., 1975;
Lawrie, 1995; Swatland, 1984; dan Bacus, 1984):
1)
Nitrit
organisme
nitrit
Pereduksi nitrat
2)
Nitrit kondisi
menguntungkan
NO
+ H2O
Tanpa sinar dan
udara (nitrit
oksida) (air)
3)
NO + Mb
kondisi
NOMMb (Nitrit Oksida Metmioglobin)
(mioglobin)
menguntungkan
4)
NOMMb
kondisi
NOMb (nitrik oksida mioglobin, merah)
Menguntungkan
5)
NOMb + pa- + nas+
asap
NO-hemokromogen (nitrosil-hemokromogen), warna merah jambon, stabil.
Warna daging yang menarik (cerah) tentunya bertujuan untuk
meningkatkan ketertarikan konsumen untuk membeli produk daging
tersebut.Pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Guidi et al. (2006)
yang menyatakan bahwa warna pada makanan, terutama pada produk daging merupakan
sebuah parameter kuat yang mempengaruhi pilihan konsumen.Selain itu,
keberhasilan komersial pada produk daging dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain harga, promosi (pengenalan), dan karakterustik organoleptik (bau, warna,
dan tenderness).Dari pernyataan tersebut dapat dapat diketahui bahwa
warna memiliki peranan yang sangat penting pada minat konsumen terhadap produk
daging, sehingga dalam melakukan pengolahan harus sangat memperhatikan hal
tersebut. Secara umum dapat disimpulkan bahwa proses curing akan membawa dampak
positif terhadap penampilan daging tetapi harus memperhatikan beberapa faktor
antara kualitas daging, proporsi bumbu-bumbu (sendawa, gula, dan garam), dan
lamanya proses curing.
Uji mutu hedonik
selanjutnya dilakukan terhadap kornet yang memberikan hasil sebagai berikut:
aroma khas (2), tekstur lembut (4), dan warna cerah (2), sedangkanpada
parameter kekenyalan tidak dinilai. Aroma khas pada kornet menurut penilaian
dari para panelis merupakan respon terhadap daging yang telah diolah menjadi
kornet dengan penambahan berbagai bumbu (rempah-rempah), antara lain pala,
merica, bawang merah, susu, tomat, dan penyedap. Sehingga, dapat diketahui
bahwa secara umum penambahan bumbu-bumbu tersebut dapat meningkatkan aroma dan
citarasa daging.Bawang merah biasa digunakan sebagai bahan penyedap sehari-hari
yang disukai karena aroma yang khas (Sunarjono, 1995).Merica/lada biasa ditambahkan
pada bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat penting yaitu
rasanya yang pedas dan aromanya yang khas.Pemberian tomat berfungsi sebagai
penambah aroma khas pada kornet (Zeitsev et al., 1969).
Penilaian terhadap
tekstur menunjukkan bahwa setelah proses pengolahan, tekstur kornet menjadi
lembut. Tekstur ini merupakan dampak positif dari proses curing. Selain
itu, kelembutan kornet ini mungkin juga dapat dipengaruhi oleh pemasakan dengan
prinsip presto.Presto merupakan metode pemasakan dengan menggunakan suhu tinggi
(mencapai 1200) dan tekanan tinggi (mencapai 1 sampai 2 atm).Suhu
dan tekanan yang tinggi ini dicapai dengan menggunakan alat kukus bertekanan
(autoclaf) atau dalam skala rumah tangga menggunakan “pressure cooker”.Suhu
dan tekanan yang tinggi inilah yang menyebabkan tekstur daging menjadi lebih
lembut (Arifudin, 1993).Selain dapat mempengaruhi tekstur, ternyata pengolahan
dengan presto dapat mempengaruhi nilai gizi daging. Hal ini didukung oleh
pernyataan Tapotubun et al. (2008) bahwa kandungan protein presto ikan
mengalami peningkatan akibat adanya proses pengolahan dengan menggunakan garam
serta penggunakaan suhu tinggi karena adanya pengeluaran dari daging ikan yang
menyebabkan protein lebih terkonsentrasi.
Selanjutnya, dari warna daging diperoleh hasil bahwa warna
kornet adalah cerah. Warna cerah ini merupakan dampak dari proses curing
sehingga dapat menstabilkan warna daging. Hal inilah yang menjadi dampak
positif dari proses curing. Selain aroma khas, warna yang cerah ini akan
menjadi sisi positif pada saat kornet tersebut dipasarkan. Telah disebutkan
sebelumnya, bahwa warna sangat mempengaruhi daya terima daging.Guidi et al. (2006) yang menyatakan bahwa warna
pada makanan, terutama pada produk daging merupakan sebuah parameter kuat yang
mempengaruhi pilihan konsumen.Selain itu, keberhasilan komersial pada produk
daging dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain harga, promosi (pengenalan),
dan karakterustik organoleptik (bau, warna, dan tenderness).
Selain melakukan
uji mutu hedonik, dilakukan pula uji hedonik tetapi hanya pada kornet. Hal ini
karena uji hedonik tersebut untuk melihat tingkat kesukaan konsumen, sehingga
melibatkan indra pengecapan. Sementara itu, uji hedonik tidak dilakukan
terhadap daging curing karena masih mentah, sehingga tidak dapat
dicicip.Berdasarkan hasil uji hedonik, secara umum panelis suka terhadap rasa,
aroma, tekstur, dan warna dari kornet. Rasa, aroma, tekstur, dan warna ini
tentunya merupakan pengaruh dari proses pengolahan, baik proses curing maupun
pada saat pengolahan daging. Rasa dan aroma yang disukai oleh panelis merupakan
dampak dari penambahan bumbu-bumbu, seperti gula, garam, pala, merica, susu,
bawang merah, tomat, dan penyedap rasa. Hal inilah yang membuat rasa dan aroma
kornet menjadi khas dan disukai oleh panelis.Selain itu, dapat diketahui bahwa
secara umum panelis menyukai tekstur kornet yang lembek dan warnanya yang
cerah.Sehingga penyataan Guidi et al. (2006) bahwa warna merupakan
parameter kuat yang mempengaruhi pilihan konsumen memang benar dan telah
dibuktikan dalam praktikum ini.
Hasil penilaian
organoleptik yang telah diuraikan di atas merupakan hasil pengujian secara
subyektif. Tiap panelis memiliki penilaian masing-masing yang mungkin saja
berbeda antara panelis yang satu dengan yang lain. Hal yang sama juga
terlihat pada daya suka terhadap produk ini. Tidak semua panelis menyukai
daging maupun produk daging.Setelah melakukan uji organoleptik, dilakukan
penghitungan rendemen. Hasil rendemen pada kornet adalah 79,22%. Rendemen ini
dihitung dari berat kornet dibagi berat daging curing, kemudian
dikalikan dengan 100%.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang
dapat diambil pada makalah ini adalah dalam proses pembuatan kornet dibagi
menjadi dua yaitu proses curing dan pengolahan daging. Proses curing membuat
aroma daging menjadi agak khas, teksturnya lembut, kekenyalan agak kenyal, dan
warnanya agak cerah.Sementara itu, kornet yang dihasilkan memiliki aroma khas,
tekstur lembut, dan warna cerah.Secara umum, panelis menyukai kornet tersebut.
Nilai rendemen pada lidah asap adalah 49,22%.
DAFTAR PUSTAKA
Arifudin, R. 1993.
Bandeng Presto, Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pascapanen Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, Jakarta.
Bacus, J. 1984.
Utilization of Microorganisms in Meat Processing. Research Studies Press Ltd,
England.
Buckle, K. A., R.
A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan : H.
Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Desrosier, N. W.
1988. Teknologi Pengawetan Pangan 3rd ed. Terjemahan: Muchji
Muljoharjo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Dewan Standarisasi
Nasional (DSN). 1995. SNI 01-3775-1995. Corned beef dalam
kaleng. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.
Forrest, R. A. E.
D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Judge, and R. A. Merkel. 1975. Principles of
Meat Science. W. H. Freeman and Company, San Fransisco, C. A.
Guidi, A., L.
Catigliego, O. Benini, A. Armani, G. Iannone, and D. Gianfaldoni. 2006.
Biochemical Survei on Episodic Localized Darkening in Turkey Deboned
Thigh Meat Packaged
in Modified Atmosphere. Journal of Poultry Science, 85: 787-793.
Hadiwiyoto, S.
1994. Studi pengolahan dendeng dengan oven pengeringan rumah tangga. Buletin
Pertenakan. 18 : 119-126.
Judge, M. D. 1989.
Meat evaluation : Quality, Prot. Meat Animal, Evaluation, Conf. University of
Winconsin, Madison.
Kramlich, W. E.
1971. Sausage Products.Didalam : Price, J. F. dan B. S. Schweigert (2nd
edition). The Science of Meat and Meat Porducts. W. H. Freeman and Company.
Kramlich, W.E.
1973. Processed Meat.AVI Publishing. Company Inc Westport,Connecticut.
Lawrie, R. A. 1995.
Ilmu Daging. Terjemahan. Parakkasi, A. Penerbit Universitas Indonesia-Press.
Jakarta.
Soekarto, S. T.
1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standardisasi Mutu Pangan. PT. Penerbit
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparno. 1994.
Ilmu dan Taknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Subyantoro, R.
W. 1996. Penagruh cara pengemasan suhu dan waktu penyimpanan dan waktu
penyimpanan terhadap sifat fisik dan oraganoleptik corned beef dalam kemasan
plastik fleksibel. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Bogor.
Sunarjono, H. 1995.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura badan Penelitian dan
Pengembangan pertanian, Jakarta.
Swatland, H. J.
1984. Structure and Developement of Meat Animals. Prentice-Hall Inc. Englewood
Cliffs, New Jersey.
Syardy.2009. Uji
Organoleptik Susu Pasteurisasi.http://syardy.blogspot.com [10 Oktober
2009].
Tapotubun, A., E.
E. E. Nanholy, dan J. M. Louhenapessy. 2008. Efek Waktu Pemanasan Terhadap Mutu
Presto Beberapa Jenis Ikan. Jurnal Icthyos vol. 7, No. 2, Juli 2008: 65-70.
Tjokronegoro, L.
1980. Mempelajari pengaruh penambahan bahan pengawet kimia terhadap mutu daging
asap. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wilson, N.
R. P., E. J. Dett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat
Product. Applied Science Publishers, New Jersey.
Zaitsev, V., I.
Kizevtter. L. Lagunov, T. Makarova, L. Mimder and V. Padsevlow. 1969.
Fish Curing and Processing. Mir Publisher, Uni Soviet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar