PENGERTIAN AKHLAK,PERBEDAAN DAN PERSAMAAN
AKHLAK, TASWUF DAN SULUK
UIN SUSKA RIAU
OLEH :
INDRA JONI
( 111811103547 )
JURUSAN ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS
PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2013
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
balakang
Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas baik dan
buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan
batin. Jadi ilmu akhlak adalah ilmu yang mempersoalkan baik buruknya amal dan
adat istiadat ahlak dapat dijadikan arti,sedangkan tasawuf
Secara
bahasa tasawuf berarti:1) saf
(baris), sufi (suci), sophos (Yunani: hikmah), suf (kain wol). 2) sikap mental yang selalu memelihara
kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan
bersikap bijaksana, dan Menurut
Istilah Upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah
Swt. Kegiatan yang berkenaan dengan
pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
Akhak dan tasauf ini sudah berada pada
zaman dulu yaitu pada Fase Yunani yang Dasar yang digunakan para pemikir Yunani
dalam membangun Ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang
mereka bangun lebih bersifat filosofis kemudian pada Bangsa Romawi ajaran
akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang
dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nashrani setelah itu pada Abad Modern Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada
penyelidikan menurut kenyataan empiric dan tidak mengikuti gambaran-gambaran
khayalan, dan hendak melahirkan kekuatan yang ada pada manusia, dihubungkan
dengan praktek hidup di dunia ini.
Perkembangan
aklak dan tasawuf ini juga dikaji disetiap agama yaitu Akhlak
dalam ajaran agama Hindu , Akhlak dalam ajaran Ibrani, Akhlak dalam ajaran Kong
Fu Tse (Konfucius), Akhlak dalam ajaran agama Nasrani (Masehi), Akhlak dalam
ajaran agama Islam.
1.1. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui pengertian akhlak dan tasawuf yang sesungguhnya.
2.
Mengetahui
sejarah perkembangan dasar timbulnya akhlak dan tasawuf dari awal hingga sekarang
3. Untuk
mengetahui tungsi ahlak dan
tasawuf dalam msayarakat
4. Secara umum untuk menegetahui ruang lingkup ilmu akhalak dan tasawuf
1.2. Manfaat
Adapun manfaat yang bisa ambil adalah:
1. Agar
kita mengetahui pengertian ilmu
akhlak dan tasawuf
2. Agar
kita mengetahui peran fungsi ilmu
akhlak dan tasawuf
3. Agar
kita mengetahui perkembagan ahlak
dan tasawuf
4. Secara
umum untuk menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca maupun penulis
II.
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
- Akhlak
Perkataan akhlak dari bahasa arab, jamak dari khuluk, secara lugowi
diartikan tingkah laku untuk kepribadian. Akhlak diartikan budi
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat[1].
Untuk mendapatkan definisi yang jelas di bawah ini penulis akan kemukakan
beberapa pendapat para ahli diantaranya:
- Imam Al-Ghazali menyebut akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa . Daripada jiwa itu ,timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran.
- Prof. Dr. Ahmad Amin mendefinasikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan . Maksudnya, sesuatu yang mencirikan akhlak itu ialah kehendak yang dibiasakan. Ertinya, kehendak itu apabila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. Ahmad Amin menjelaskan arti kehendak itu ialah ketentuan daripada beberapa keinginan manusia. Manakala kebiasaan pula ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukanya. Daripada kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan ke arah menimbulkan apa yang disebut sebagai akhlak.
- Ibnu Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong (diri atau jiwa itu) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran kerana sudah menjadi kebiasaan.
Ciri Perbuatan
Akhlak:
1. Tertanam kuat
dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
2. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3. Timbul dari dalam
diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar
4. Dilakukan dengan
sungguh-sungguh.
Pembagian Akhlak
Akhlak terbagi
menjadi dua, yaitu:
1) Akhlak Hasanah /
jamilah / mahmudah /karimah.
Yaitu akhlak yang terpuji, seperti
pemaaf, penyantun, dermawan, sabar, rohmah (kasih sayang), lemah lembut dan
lainnya.
2) Akhlak Sayyi'ah / qobihah /
madzmumah.
Yaitu akhlak yang tercela, yang merupakan lawan dari akhlak yang terpuji seperti: pendendam, kikir, berkeluh kesah, keras hati, pemarah dan lainnya.
Yaitu akhlak yang tercela, yang merupakan lawan dari akhlak yang terpuji seperti: pendendam, kikir, berkeluh kesah, keras hati, pemarah dan lainnya.
B. Tasawuf
a) Secara bahasa tasawuf berarti:
• saf (baris), sufi (suci), sophos (Yunani: hikmah), suf (kain wol)
• sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan bersikap bijaksana.
b) Menurut Istilah:
• Upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah
Swt.
•
Kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat
dengan Tuhan.[2]
c) Menurut
para ahli tasawuf diartikan sebagai berikut :
- Zakaria Al-Anshori : “Tasawuf ialah suatu ilmu yang menjelaskan hal ihwal Pembersih
- jiwa dan penyantun akhlak baik lahir atau batin, guna menjauhi bid’ah dan tidak meringankan ibadah.
- Abul Qasim al-Qashairi ( W. 456H/1072M ) : “Tashawwuf adalah menerapkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi secara tepat berusaha menekan hawa nafsu, menjauhi bid’ah dan tidak meringankan ibadah.
- Bisyr bin Haris al-Hafi ( W. 227H/841M ) : “Seorang sufi ialah yang telah bersih hatinya, semata-mata untuk Allah SWT”.
- ABU Husain An-Nuri ( W. 295H/908M ) : “Kaum sufi itu ialah kaum yang hatinya suci dari kotoran basariyah ( hawa nafsu kemanusiaan ) dan kesalahan pribadi. Ia harus mampu membebaskkan diri dari syahwat sehingga ia berada pada shaf pertama dan mencapai derajat yang mulia dalam kebenaran”.
- Harun Nasution dalam bukunya falsafat dan Mistisme dalam islam menjelaskan bahwa, “tasawuf itu merupakan suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu pengetahuan, tashawwuf atau sufisme mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang islam bisa sedekat mungkin dengan tuhan”.[3]
2.2.
Hubungan akhlak dengan tasawuf
Akhlak dan Tasawuf
saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal
antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal
antara manusia dengan Tuhannya (Allah). Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan
tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.
2.3. Sejarah
Perkembangan Ilmu Tasawuf
Sebenarnya kehidupan
sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad saw. Dimana dalam kehidupan beliau
sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan
waktunya untukk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah swt. Bahkan
seperti diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat sebagai Rasul Allah, beliau
seringkali melakukan kegiatan shufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama
berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat
sebagai Rasul Allah. Setelah Beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan Allah,
keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan,
meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup yang serba dapat terpenuhi
semua keinginan lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi kekasih Tuhan-Nya.
Pada waktu malam sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan untuk
bertawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Tempat
tidur beliau terdiri dari balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma,
tidak pernah memakai pakaian yang terdiri dari wool, meskipun mampu membelinya.
Pendek kata beliau lebih cinta hidup dalam suasana sederhana ( meskipun
pangkatnya Nabi ) Daripada hidup bermewah-mewah.
Akan tetapi banyak para ahli sejarahmemulai Sejarah tasawuf dengan Imam
Ja’far Al Shadiq ibn Muhamad Bagir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn
Abi Thalib. Imam Ja’far juga dianggap sebagai guru dari keempat imam Ahlulsunah
yaitu Imam Abu Hanifah, Maliki, Syafi’i dan Ibn Hanbal. Ucapan – ucapan Imam
Ja’far banyak disebutkan oleh para sufi seperti Fudhail ibn Iyadh Dzun Nun Al
Mishri, Jabir ibn Hayyan dan Al Hallaj. Diantara imam mazhab
di kalangan Ahlulsunah, Imam Maliki yang paling banyak meriwayatkan hadis dari
Imam Ja’far. Kaitan
Imam Ja’far dengan tasawuf, terlihat dari silsilah tarekat, seperti
Naqsyabandiyah yang berujung pada Sayyidina Abubakar Al Shidiq ataupun yang
berujung pada Imam Ali selalu melewati Imam Ja’far.
Kakek buyut Imam
Ja’far, dikenal mempunyai sifat dan sikap sebagai sufi. Bahkan (meski sulit
untuk dibenarkan) beberapa ahli menyebutkan Hasan Al Bashri, sufi-zahid pertama
sebagai murid Imam Ali. Sedangkan Ali Zainal Abidin (Ayah Imam Ja’far) dikenal
dengan ungkapan-ungkapan cintanya kepada Allah yang tercermin pada do’anya yang
berjudul “Al Shahifah Al Sajadiyyah”. Tasawuf lahir dan berkembang sebagai
suatu disiplin ilmu sejak abad k-2 H, lewat pribadi Hasan Al Bashri, Sufyan Al
Tsauri, Al Harits ibn Asad Al Muhasibi, Ba Yazid Al Busthami.
Tasawuf tidak pernah
bebas dari kritikan dari para ulama (ahli fiqh, hadis dll).
Praktik – praktik tasawuf dimulai dari
pusat kelahiran dan penyiaran agama Islam yaitu Makkah dan Madinah, jika kita
lihat dari domisili tokoh-tokoh perintis yang disebutkan di atas.
2.4. Perkembangan Ilmu Akhlak
2.4.1.
Sejarah Akhlak pada Fase Yunani
Perkembangan ilmu akhlak pada bangsa
Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu
orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan
bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa itu
perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani
dalam membangun Ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia. Ini
menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat filosofis,
yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara mendalam terhadap potensi
kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau bersifat antropo-sentris, dan
mengesankan bahwa masalah akhlak adalah sesuatu yang fitrah, yang akan ada
dengan adanya manusia sendiri, dan hasil yang didapatnya adalah ilmu akhlak
yang berdasar pada logika murni.
Ada beberapa ahli-ahli fikir
Yunani yang menyingkapkan pengetahuan akhlak, di antaranya:
1.
Socrates
(469 - 399 SM). Socrates dipandang sebagai perintis ilmu akhlak, karena ia yang
pertama kali berusaha sungguh-sungguh membentuk pola hubungan antar manusia
dengan dasar ilmu pengetahuan. Sehingga ia berpendapat bahwa keutamaan itu
adalah ilmu. Namun demikian, para peneliti terhadap pemikiran Socrates ada yang
mengatakan bahwa Socrates tidak menunjukkan dengan jelas tujuan akhir dari
akhlak dan tidak memberikan patokan-patokan untuk mengukur segala perbuatan dan
menghukumkannya baik atau buruk. Akibatnya, maka timbullah beberapa golongan
yang mengemukakan berbagai teori tentang akhlak yang dihubungkan pada Socrates.
2.
Plato
(427 – 347 SM). Pandangannya dalam akhlak berdasarkan dari “teori
contoh” bahwa di balik alam ini ada alam rohani sebagai alam yang
sesungguhnya. Dan di alam rohani ini ada kekuatan yang bermacam-macam, dan
kekuatan itu timbul dari pertimbangan tunduknya kekuatan pada hokum akal.[4]
Dia
berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara lain:
a)
Hikmah/kebijaksanaan,
b)
Keberanian,
c)
Keperwiraan
d)
Keadilan.
Keempat-empatnya
itu adalah tiang penegak bangsa-bangsa dan perseorangan.
2.4.2.
Sejarah Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad
pertengahan)
Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai
oleh gereja dan Pada waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno. kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles dan Stoics untuk memperkuat
ajaran gereja, dan mencocokkannya dengan akal. Filsafat yang menentang Agama
Nashrani dibuang jauh-jauh.
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa
pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan
antara ajaran Yunani dan ajaran Nashrani. Diantara mereka yang termasyhur ialah Abelard, sorang ahli filsafat Perancis
(1079-1142) dan Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan
Italia (1226-1274).[5]
Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara
pemikiran filsafat Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan dapat pula
dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam sebagaimana terlihat
pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah.[6]
2.4.3.
Sejarah Akhlak
Pada Bangsa Arab Sebelum Islam
Bangsa Arab pada Zaman Jahiliyah tidak ada yang menonjol
dalam segi filsafat sebagaimana Bangsa Yunani (Socrates, Plato dan
Aristoteles), Tiongkok dan lain-lainnya. Disebabkan karena penyelidikan akhlak
terjadi hanya pada Bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian,
Bangsa Arab waktu itu ada yang mempunyai ahli-ahli hikwah yang menghidangkan
syair-syair yang mengandung nilai-nilai akhlak.
Adapun sebagian syair dari kalangan Bangsa Arab
diantaranya: Zuhair ibn Abi Salam yang mengatakan: ”barang siapa
menepati janji, tidak akan tercela; barang siapa yang membawa hatinya
menunjukkan kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.
Dapat disimpulkan bangsa Arab sebelum Islam telah
memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak, pengetahuan tentang
berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat
syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan oleh
filosof-filosof Yunani kuno. Dalam syariat-syariat mereka tersebut saja sudah
ada kearah – arah akhlak.
Memang sebelum Islam, dikalangan bangsa Arab belum
diketahui adanya para ahli filsafat yang mempunyai aliran-aliran tertentu
seperti yang kita ketahui pada bangsa Yunani, seperti Epicurus, Plato, zinon,
dan Aristoteles, karena penyelidikan secara ilmiah tidak ada, kecuali sesudah
membesarnya perhatian orang terhadap ilmu kenegaraan.[7]
Setelah
sinar Islam memancar, maka berubahlah suasana laksana sinar matahari
menghapuskan kegelapan malam, Bangsa Arab kemudian tampil maju menjadi Bangsa
yang unggul di segala bidang, berkat akhlak karimah yang diajarkan Islam.
Firman
Allah yang mengungkap tentang “Akhlak” yaitu Surat An-Nahl ayat 90: Artinya:
Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.[8]
2.4.4.
Akhlak
Periode Abad Modern
Pada
abad pertengahan ke-15 mulailah ahli-ahli pengetahuan menghidup suburkan
filsafat Yunani kuno. Itali juga kemudian berkembang di seluruh Eropa.
Kehidupan mereka yang semula terikat pada dogma kristiani, khayal dan mitos
mulai digeser dengan memberikan peran yang lebih besar kepada kemampuan akal
pikiran.
Di
antara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah
akhlak. Akhlak yang mereka bangun
didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empiric dan tidak mengikuti
gambaran-gambaran khayalan, dan hendak melahirkan kekuatan yang ada pada
manusia, dihubungkan dengan praktek hidup di dunia ini. Pandangan baru ini
menghasilkan perubahan dalam menilai keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya
tidak mempunyai lagi nilai yang tinggi sebagaimana pada abad-abad pertengahan,
dan keadilan social menjadi di perolehnya pada masa yang lampau. Selanjutnya
pandangan akhlak mereka diarahkan pada perbaikan yang bertujuan agar mereka
menjadi anggota masyarakat yang mandiri.[9]
2.5. Perkembangan Akhlak Dalam Berbagai
Ajaran Agama
a.
Akhlak
dalam ajaran agama Hindu
Ajaran Hindu berdasarkan
kepada Kitab Veda (1500 SM, disamping mengandung dasar-dasar ketuhanan, juga
mengajarkan prinsip-prinsip etika yang wajib dipegang teguh oleh pengikut.
Etika mereka sandarkan kepada ajaran ketuhanan yang mereka anut yang termaktub
dalam kitab Veda tersebut.
Prinsip tersebut ialah
sifat patuh dan disiplin dalam melaksanakan upacara-upacara ajarannya
sebagaimana mestinya. Manakala seseorang dapat melaksanakan kewajiban tersebut
dengan sempurna, dapatlah di pandang sebagai orang yang mencapai derajat
kemuliaan yang sesungguhnya. Sebaliknya barang siapa melalaikan hal tersebut,
kurang hati-hati atau salah dalam mengerjakan upacara keagamaan, maka hal itu
berarti dosa dan sumber terbitnya kejelekan.
Dengan demikian, prinsip
etika Hindu ialah bahwa peraturan ajaran dipandang sebagai sumber segala sumber
segala kemuliaan akhlak manusia.[10]
b.
Akhlak
dalam ajaran Ibrani
Bangsa Ibrani yang
popular dengan nama Bani Israil, mengaku berdasarkan akhlak mereka kepada
ajaran Yahudi yang disandarkan kepada ajaran Nabi Musa dalam kitab Taurat.
Bani Israil adalah
bangsa yang telah memperoleh nikmat keutamaan dan keunggulan dibandingkan
dengan bangsa-bangsa lain. Dari lingkungan mereka banyak di bangkitkan Rasul
dan Nabi, diberikan kitab dan nikmat, kekuasaan, rizki dan kecerdasan. Tetapi
segolongan dari pada bangsa ini tidak tahu menimbang rasa dan pelupa budi serta
tidak syukur atas nikmat Allah. Bahkan dengan kenikmatan itu mereka menjadi
sombong dan angkuh, merubah kitab suci, dan berbuat kerusuhan di muka bumi.
Sebenarnya mereka telah
dibekali dengan prinsip-prinsip akhlak yang bersumber dari ajaran Allah melalui
Rasul-Rasul dan mereka mengakui dirinya sebagai bangsa yang berakhlak yang
berdasarkan ajaran Allah. Tetapi karena mereka keluar dari garis akhlakul
karimah maka Allah menyiksa mereka dengan penderitaan-penderitaan yang luar
biasa, lebih dari yang dialami oleh bangsa-bangsa lain. Dalam teori mereka
mengaku menganut prinsip-prinsip akhlakul karimah tetapi dalam prakteknya
mereka melakukan akhlakul madzmumah.[11]
c.
Akhlak
dalam ajaran Kong Fu Tse (Konfucius)
Sejak abad ke 5 sebelum
Masehi di negeri Tiongkok berkembang suatu ajaran yang berakar pada Lao Tse
yang kemudian dikembangkan oleh muridnya yang bernama Kong Fu Tse (kongfucius)
(1551-478 SM). Sebagian orang memandang ajaran ini didasarkan filsafat dan
sebagian memandang bercorak agama.
Menurut Konfucius, tidak
ada alternatif lain untuk membangun akhlak yang rusak selain 3 (tiga) perkara:
1.
Pergi
menyendiri beribadat kepada Tuhan seperti yang telah diperbuat oleh Lao Tse.
2.
Mengundang
rakyat menghadiri pertemuan-pertemuan terbuka dan disana memberikan
kursus-kursus akhlak.
3.
Membawa
diri-sendiri, baik pemerintah maupun cendekiawan, para pembesar dan diplomat,
melaksanakan akhlak yang setinggi-tingginya dalam kehidupan sehari-hari
Demikianlah konfucius
dengan segala kesanggupannya yang berusaha menarik perhatian ummat ke jurusan
undang-undang umumnya.[12]
d.
Akhlak
dalam ajaran agama Nasrani (Masehi)
Pada akhir abad ke 3
Masehi tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama ini telah berhasil mempengaruhi
pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang terdapat dalam
kitab taurat dan injil. Menurut agama ini, bahwa Tuhan adalah sumber akhlak.
Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-patokan akhlak yang harus di
pelihara dan di laksanakan dalam kehidupan social kemasyarakatan.
Selain itu agama Nasrani
menghendaki agar manusia berusaha sungguh-sungguh mensucikan roh yang terdapat
pada dirinya dari perbuatan dosa, baik dalam bentuk pemikiran maupun perbuatan.
Dengan demikian agama ini menjadikan roh sebagai kekuasaan terhadap diri
manusia, yaitu suatu kekuasaan yang dapat mengalahkan nafsu syahwat. Akibat
dari paham akhlak yang demikian itu, kebanyakan para pengikut pertama dari
agama ini suka menyiksa dirinya, menjauhi dunia dari beribadah, Zuhud, dan
hidup menyendiri. [13]
e.
Akhlak
dalam ajaran agama Islam
Ajaran akhlak menurut
bentuknya yang sempurn pada agama Islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan
akal manusia. Agama Islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada
Tuhan dan mengikutinya bahwa Dia-lah Pencipta, Pelindung, Pengasih, Pemberi
Rahmat, dan Penyayang terhadap segala makhluk-Nya.
Selain itu, agama Islam
juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang
menuntut umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Dan semua itu terkandung
dalam ajaran Al-Qur’an yang diturunkan Allah dan ajaran sunnah yang di
datangkan dari Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an adalah sumber
utama dan mata air yang memancarkan agama islam. hukum-hukum Islam yang
mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan
perbuatan yang dapat di jumpai sumber yang aslinya di dalam Al-Qur’an.[14]
III.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a.
Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani
Karena
ia yang pertama berusaha dengan sungguh-sungguh membentuk perhubungan manusia
dengan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat
Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika
berdasarkan ‘teori contoh’. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani.
b.
Sejarah Akhlak pada Bangsa
Romawi (Abad pertengahan)
Pada
abad pertengahan, Etika bisa dikatakan ‘dianiaya’ oleh Gereja. Pada saat itu,
Gereja memerangi Filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno.
Gereja
berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Dan apa yang
terkandung dan diajarkan oleh wahyu adalah benar.
c.
Sejarah Akhlak Pada Bangsa Arab Sebelum
Islam
Bangsa
Arab pada zaman jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli Filsafat yang mengajak
kepada aliran atau faham tertentu sebagaimana Yunani, seperti Epicurus, Zeno,
Plato, dan Aristoteles. Hal itu terjadi karena penyelidikan ilmu tidak terjadi
kecuali di Negara yang sudah maju. Waktu itu bangsa Arab hanya memiliki
ahli-ahli hikmat dan sebagian ahli syair. Yang memerintahkan kepada kebaikan
dan mencegah kemungkaran, mendorong menuju keutamaan, dan menjauhkan diri dari
kerendahan yang terkenal pada zaman mereka.
d.
Sejarah
Akhlak Pada Abad Modern
Pada abad pertengahan ke-15 mulailah
ahli-ahli pengetahuan menghidup suburkan filsafat Yunani kuno. Itali juga
kemudian berkembang di seluruh Eropa. Pandangan baru ini menghasilkan perubahan
dalam menilai keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya tidak mempunyai lagi
nilai yang tinggi
e.
Perkembangan
Akhlak Dalam Berbagai Ajaran Agama
1.
Akhlak
dalam ajaran agama Hindu
2.
Akhlak
dalam ajaran Ibrani
3.
Akhlak
dalam ajaran Kong Fu Tse (Konfucius
4.
Akhlak
dalam ajaran agama Nasrani dan Akhlak dalam ajaran agama
3.2.
Saran
Kita sebagai manusia tidak lipun dari kehilafan, maka
dari itu penulis menyarankan kepada pembaca dan pendengar isi makalah ini, jika
ada kesalahan dalam penulisan, bahasa maupun salah dalam mendefenisikan sesuatu
hal mohon kritik dan saran yang bersifat membangun makalah ini untuk lebih
baiknya.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf
(Nilai-nilai akhlak/budipekerti dalam ibadat dan tasawuf), Jakarta: PT
Karya Mulia,2005.
·
Ilyas,
Yunahar. KuliahAkhlaq. Yogyakarta: PustakaPelajar Offset, 2006.
·
Mustofa,
AkhlakTasawuf, Bandung: CV. PustakaSetia, 1997.
·
Muthahhari,
Murtadha. FalsafahAkhlak. Bandung: PustakaHidayah, 1995
·
Nata,
Abudin. AkhlakTasawuf. Jakarta:
PT. Raja GrafindoPersada, 1997.
· Soleiman, Abjan. Ilmu Akhlak (Ilmu
Etika). Jakarta: Dinas
Rawatan Rohani Islam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat,1976.
·
Umary,
Barmawi. MateriaAkhlak. Solo: CV.
Ramadhani, 1989
[1]. Mustofa
H.M.Akhlak tasawuf, Bandung: Pustaka setia,1997,11-30
2. Abjan Soleiman, Ilmu Akhlak (Ilmu Etika), Jakarta:
Dinas Rawatan Rohani Islam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, 1976, 28
[6] Abudin Nata, Akhlak
Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, 65-66.
[9] Abudin Nata,
80-81.
[10] Siti Aminah Sahal,
50
[11] Ibid, 51
[12] Ibid, 53.
[13] Ibid, 55.
[14] Ibid,
57-58.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar