Senin, 03 Juni 2013

ILMU DAN TEKHNOLOGI PENGOLAHAN DAGING



ILMU DAN TEKHNOLOGI PENGOLAHAN DAGING


DISUSUN OLEH:
Indra joni


JURUSAN ILMU PETERENAKAN
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2013






PENDAHULUAN



Latar Belakang
Telah diketahui bahwa daging dan produk daging merupakan jenis pangan yang mudah rusak sehingga harus diolah secara tepat agar dapat memperpanjang masa simpannya. Daging harus diolah dengan komposisi bumbu-bumbu dan proses yang benar agar dapat menjadi produk yang lebih meningkatkan palatabilitas yang sering dikenal dengan “Kornet”. Pembuatan kornet merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi produk daging dan memperpanjang umur simpan produk daging. Kornet dibuat dengan metode presto sehingga dapat mengurangi kadar air yang memicu pembusukan. Selain dengan pengawetan yang konvensional yaitu dengan perebusan (presto), dalam pembuatan kornet juga menggunakan pengawetan yang modern melalui proses curing. Proses ini dilakukan dengan cara merendam daging ke dalam larutan gula, garam, dan senyawa kimia yang disebut sendawa. Komposisi dari gula, garam, dan sendawa harus tepat agar tidak merusak produk dan membahayakan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Selain untuk pengawetan, proses curing juga digunakan untuk mempertahankan pigmen warna merah pada daging agar warna daging tetap menarik (merah) walaupun telah mengalami pengolahan yang cukup lama.
Telah disebutkan di atas apabila tujuan pembuatan kornet ini salah satunya untuk meningkatkan nilai ekonomi agar diterima masyarakat.Oleh karena itu, sebelum dipasarkan kornet ini harus diuji secara organoleptki, baik uji hedonik maupun uji mutu hedonik.Tujuan dari uji hedonik atau uji kesukaan yaitu untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu secara umum, misalnya rasa, aroma, warna, dan tekstur.Sementara itu, uji mutu hedonik digunakan untuk melihat kualitas/mutu dari produk yang dihasilkan.

Tujuan
Tujuan makalah ini adalah mengetahui proses pembuatan kornet dan pengaruhnya. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk melihat rataan hasil uji mutu hedonik dan uji hedonik pada hasil kornet yang telah dibuat.



TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dapat atau pantas digunakan sebagai bahan makanan (Judge, 1989) termasuk di dalamnya jaringan otot, organ-organ seperti hati, limpa, ginjal, dan otak, serta jaringan lain yang dapat dimakan (Lawrie, 1985). Sementara itu, menurut Soeparno (1994), daging diartikan sebagai semua jaringan hewan yang dapat dimakan oleh manusia serta semua produk hasil olahan yang dapat dibuat dari jaringan tersebut.Daging yang dikonsumsi berasal dari hewan darat yang diternakkan atau hewan liar dan air.Produk daging yang telah diolah dengan baik memiliki kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Komponen terbesar dalam daging adalah air (65-80%) kemudian protein yang merupakan komponen terbesar dari berat kering (16-22%), lemak (1,3-13%), karbohidrat (0,5-1,3%) dan mineral (1%). Daging merupakan sumber potein yang tinggi, disebabkan protein daging merupakan komponen bahan kering yang terbesar pada daging. Menurut Lawrie, 1995, dipandang dari segi nutrisinya daging adalah sumber asam amino esensial yang sangat baik dan sedikit mineral-mineral tertentu.
Komposisi daging relative mirip satu sama lain, terutama kandungan proteinnya yang berkisar 15-20 persen dari berat bahan. Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging. Protein yang terkandung di dalam daging, seperti halnya susu dan telur. Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati.Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino esensialnya yang lengkap dan seimbang (Buckle et al., 1987).
Daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) karena daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pengawetan daging mempunyai tujuan antara lain untuk mengamankan daging dari kerusakan atau pembusukan oleh mikroorganisme dan memperpanjang masa simpan (shelf life) daging. Pengawetn berarti menghambat atau membatasi reaksi-reaksi enzimatis, kimia dan kerusakan fisik daging.Pengawetan yang menghasilkan produk yang sifat fisiknya berubah dari bahan bakunya dikenal dengan istilah pengolahan (Buckle et al., 1987).

Curing
Menurut Soeparno (1994) curing adalah cara processing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Na-nitrat dan atau Na-nitrit dan gula (dekstrosa atau sukrosa), serta bumbu-bumbu. Maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa simpan produk daging.
Menurut Tjokronegoro (1980), garam dapur yang terdapat dalam larutan berfungsi sebagai bahan pengawet, Garam meresap ke dalam jaringan daging sampai tercapai keseimbangan tekanan osmosis antara bagian dalam dan luar daging (Soeparno, 1994). Sejumlah bakteri terhambat pertumbuhanya pada konsentrasi garam 2%. Mikroorganisme pembusuk, proteolitik dan pembentuk spora paling mudah terpengaruh oleh adanya garam, walau dengan kadar 6% (Buckle et al., 1987).
Gula berfungsi untuk menetralkan rasa asin yang timbul oleh garam dan pengaruh dehidrasi serta memperoleh warna yang menarik dan stabil. Selain itu dalam proses curing biasanya ditambahkan Na-nitrat atau Na-Nitrit atau disebut sendawa. Namun penggunaan nitrat sekarang dilarang. Nitrat dan nitrit dipergunakan dengan tujuan untuk mengembangkan warna daging menjadi merah muda terang dan stabil, mempercepat proses curing, preservatif mikrobial yang mempunyai pengaruh bakteriostatik dan sebagai agensia yang mampu memperbaiki flavor dan antioksidan (Soeparno, 1994).

Kornet
Kornet berasal dari bahasa Yunani yaitu corned yang berarti diawetkan atau dicuring dengan garam. Kornet didefinisikan sebagai daging yang diawetkan dalam kaleng. Kornet merupakan produk yang unik, karena pada mulanya kornet merupakan hasil proses produksi dari pemisahan ekstraksi daging sapi, dengan cara dimasak untuk memperoleh larutan yang berwarna coklat dan mempunyai citarasa yang khas. Residu pemasakan diiris-iris, diberi garam dan nitrat, dicampur dan dimasukan kedalam kaleng untuk mengalami proses sterilisasi (Wilson et al., 1981). Kornet sapi merupakan produksi emulsi yaitu campuran dari dua macam cairan atau lebih yang tidak saling melarutkan (Kramlich, 1971).
Kornet merupakan salah satu jenis daging olahan yang berupa daging giling kasar dengan bahan tambahan bahan pengisi dan bahan pengikat serta bumbu-bumbu (Subyantoro, 1996). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995), kornet umumnya dibuat dari daging sapi, dan pembuatan kornet daging yang digunakan merupakan potongan daging segar atau beku (yang telah memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku). Hadiwiyoto (1983), menyatakan bahwa kornet merupakan hasil olahan daging sapi dengan kentang sebagai bahan pengikat serta bumbu-bumbu berupa bawang merah, kaldu, garam, merica, dan natrium nitrit.

Bumbu – bumbu
Bumbu merupakan bahan aromatik yang diperoleh dari tumbuhan atau diproduksi secara sintetis.Bumbu-bumbu ini memberikan cita rasa yang enak yang diinginkan dalam produk, bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang merah, gula, garam, dan merica (Subyantoro, 1996).Bawang merah biasa digunakan sebagai bahan penyedap sehari-hari yang disukai karena aroma yang khas. Bau dan cita rasa yang khas bawang merah disebabkan adanya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti profil sulfur (Sunarjono, 1995). Garam selain pemberi rasa juga berfungsi sebagai pelarut protein dan sebagai pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Kramlich, 1973).Merica/lada biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas.Kedua sifat tersebut disebabkan kandungan bahan-bahan kimia organik yang terkandung dalam merica. Selain itu dalam proses pembuatan kornet juga ditambahkan tomat, yang dalam pengunaannya tomat diseduh dengan air panas kemudian dikelupas kulitnya. Bagian yang digunakan adalah bagian dalam dari tomat.Pemberian tomat berfungsi sebagai penambah aroma khas pada kornet (Zeitsev et al., 1969).

Penilaian Organoleptik
Penilaian organoleptik merupakan pengujian terhadap produk pangan dengan menggunakan panca indra yaitu penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan, dan pendengaran. Uji organoleptik antara lain berfungsi untu mengetahui penerimaan produk pangan (Desroisier, 1988).
Organoleptik merupakan salah satu mutu yang melekat pada bahan/produk pangan selain mutu fisik, kimia, dan mikrobiologis karena bahan/produk pangan memiliki nilai mutu subyektif yang menonjol dari sifat objektifnya.Jika mutu obyektifnya dapat diukur dengan instrumen fisik, maka sifat mutu subyektifnya hanya dapat diukur dengan instrumen manusia. Uji organoleptik disebut juga uji sensori karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan sensori organ indra. Sifat umum organoleptik secara garis besar terdiri dari 4 golongan, yaitu visual (warna dan keempukan), aroma, rasa, tektur, namun kadang-kadang bisa lebih tergantung pada jenis dan spesifikasi bahan/produk pangan (Syardy, 2009).Namun, ada juga yang menyebutkan bahwa uji organoleptik pada daging meliputi warna daging, tekstur, kilap, kebasahan, kekenyalan, dan marbling.
Menurut Soekarto (1990), tujuan dari uji hedonik atau uji kesukaan yaitu untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu secara umum, misalnya rasa, aroma, warna, dan tekstur. Panel hedonik menyangkut aseptabilitas komoditi oleh masyarakat, oleh karena itu anggota panel harus dapat mewakili masyarakat.


MATERI DAN METODE
Materi
Alat yang harus dipersiapkan untuk pembuatan kornet antara lain panci presto, spatula, telenan, dan pisau. Sementara itu bahan yang digunakan dibedakan untuk dua proses yaitu proses curing dan proses pengolahan daging. Bahan yang harus dipersiapkan untuk proses curing antara lain daging 1000 gram, garam (3-4%) atau 40 gram, gula 6% atau 60 gram, dan sendawa 200 ppm. Sementara itu, bahan (bumbu-bumbu) yang harus dipersiapkan untuk proses pengolahan daging menjadi kornet antara lain, daging yang telah di curing susu 200 ml, pala bubuk 3 gram, merica 4 gram, tomat 3 buah, bawang merah 10 butir, penyedap 7 gram, dan air.

Metode
Proses pembuatan kornet ini dibagi menjadi dua yaitu pertama proses curing dan yang kedua adalah proses pengolahan daging. Proses curing pada kornet termasuk dalam curing kering. Prosedur yang harus dilakukan dalam proses curing antara lain 1) semua bahan harus dipersiapkan dulu; 2) daging dipotong-potong dan diletakkan dalam suatu wadah; 3) didalam wadah berisi daging tersebut dimasukkan garam 40 gram, gula 60 gram, dan sendawa 200 ppm; 4) setelah semua bahan dimasukkan, daging dan bahan harus diaduk-aduk sampai merata agar semua bahan dapat meresap ke semua daging; dan 5) daging tersebut didiamkan selama 24 jam.
Sementara itu prosedur yang harus dilakukan dala pengolahan daging antara lain 1) daging yang telah dicuring selama 24 jam dicuci sampai bersih sampai tidak berasa asin lagi; 2) dipersiapkan bumbu-bumbu yang akan digunakan untuk memasak kornet; 3) daging dipresto dengan menggunakan panci presto, tetapi harus ditambahkan pala dan merica terlebih dahulu; 4) setelah daging lembek, ditambahkan susu, tomat, bawang merah, dan penyedap; dan 5) daging direbus kembali sampai benar-benar matang.





HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Hasil Rataan Uji Mutu Hedonik pada Kornet
Sampel
Aroma
Tekstur
Kekenyalan
Warna
Curing
3
4
3
3
Kornet
2
4
-
2
Keterangan :
1 = sangat khas / sangat kasar / sangat kenyal / sangat cerah
2 = khas / kasar / kenyal / cerah
3 = agak khas / agak kasar / agak kenyal / agak cerah
4 = tidak khas / lembut / tidak kenyal / gelap
5 = sangat tidak khas / sangat lembut / sangat tidak kenyal / sangat gelap
Tabel 2. Hasil Rataan Uji Hedonik pada Kornet
Sampel
Rasa
Aroma
Tekstur
Warna
Kornet
2
2
2
2
Keterangan :
1 = sangat suka
2 = suka
3 = netral
4 = tidak suka
5 = sangat tidak suka














Pembahasan
Kornet merupakan salah satu produk olahan daging yang telah lama dikenal dan disukai oleh masyarakat.Produk ini merupakan salah satu upaya untuk membuat umur simpan daging menjadi lebih lama.Namun, dalam pengolahannya harus tetap memperhatikan prosedur yang telah ditetapkan oleh instansi terkait agar hasilnya maksimal dan tidak membahayakan kesehatan.Produk daging yang berupa kornet ini telah banyak dipasarkan diberbagai wilayah, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Oleh karena itu,dalam pengolahannya tidak boleh sembarang dalam menjaga mutu dan citarasanya. Untuk mengetahui mutu dan citarasa kornet yang telah dihasilkan dilakukan pengujian organoleptik yang meliputi uji mutu hedonik dan uji hedonik.
Proses pembuatan kornet akan dibedakan menjadi dua, yaitu pertama proses curing dan yang kedua adalah proses pengolahan daging. Menurut Soeparno (1994), proses curing merupakan cara processing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Na-nitrat dan atau Na-nitrit dan gula (dekstrosa atau sukrosa), serta bumbu-bumbu. Hasil penilaian oragnoleptik berdasarkan uji mutu hedonik terhadap daging hasil curing menunjukkan bahwa aroma agak khas (3), tekstur lembut (4), kekenyalan agak kenyal (3), dan warnanya agak cerah.Berdasarkan hasil dari oraganoleptik menunjukkan bahwa aroma pada daging yang telah dicuring selama 24 jam adalah agak khas. Hal ini merupakan pengaruh dari proses curing yang mampu mempertahankan aroma dari daging. Penyataan ini dukung oleh Soeparno (1994) yang mengatakan bahwa maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa simpan produk daging. Namun, mungkin hasil pratikum ini sedikit berbeda karena aroma yang dihasilkan adalah agak khas.Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah waktu curing yang kurang lama dan mungkin kondisi dari daging itu sendiri.
Sementara itu, proses curing ini juga telah membuat tekstur daging menjadi lembut. Tekstur daging yang lembut ini merupakan dampak positif dari proses curing. Hal ini didukung oleh Soeparno (1994) yang mengatakan bahwa maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa simpan produk daging. Berdasarkan hasil praktikum, dapat kita lihat bahwa setelah mengalami proses curing kekenyalan daging menjadi agak kenyal. Kekenyalan ini tentunya masih terkait dengan tekstur yang dimiliki oleh daging setelah dicuring. Tekstur dan kekenyalan akan berkorelasi positif.
Selanjutnya, adalah warna daging.Warna pada daging hasil curing diperoleh hasilnya adalah agak cerah. Seperti yang telah dinyatakan oleh Soeparno (1994) bahwa maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa simpan produk daging. Berkat adanya proses curing tersebut, kecerahan warna daging masih dapat dipertahankan, walaupun tidak sempurna. Ketidaksempurnaan warna daging mungkin juga dipengaruhi oleh lamanya waktu dalam proses curing. Seperti pada praktikum sebelumnya, karena proses curing kurang lama mengakibatkan warna daging menjadi gelap (proses curing tidak dapat mempengaruhi warna). Berikut disajikan reaksi yang terjadi selama perkembangan warna daging proses hingga tercapai warna yang stabil (Forrest et al., 1975; Lawrie, 1995; Swatland, 1984; dan Bacus, 1984):
1)      Nitrit               organisme                    nitrit
Pereduksi nitrat
2)      Nitrit   kondisi menguntungkan          NO                  + H2O
Tanpa sinar dan udara         (nitrit oksida)        (air)
3)      NO + Mb        kondisi                                    NOMMb (Nitrit Oksida Metmioglobin)
(mioglobin)      menguntungkan
4)      NOMMb         kondisi                                    NOMb (nitrik oksida mioglobin, merah)
Menguntungkan
5)     NOMb + pa- + nas+ asap                                 NO-hemokromogen (nitrosil-hemokromogen), warna merah jambon, stabil.

Warna daging yang menarik (cerah) tentunya bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan konsumen untuk membeli produk daging tersebut.Pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Guidi et al. (2006) yang menyatakan bahwa warna pada makanan, terutama pada produk daging merupakan sebuah parameter kuat yang mempengaruhi pilihan konsumen.Selain itu, keberhasilan komersial pada produk daging dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain harga, promosi (pengenalan), dan karakterustik organoleptik (bau, warna, dan tenderness).Dari pernyataan tersebut dapat dapat diketahui bahwa warna memiliki peranan yang sangat penting pada minat konsumen terhadap produk daging, sehingga dalam melakukan pengolahan harus sangat memperhatikan hal tersebut. Secara umum dapat disimpulkan bahwa proses curing akan membawa dampak positif terhadap penampilan daging tetapi harus memperhatikan beberapa faktor antara kualitas daging, proporsi bumbu-bumbu (sendawa, gula, dan garam), dan lamanya proses curing.
Uji mutu hedonik selanjutnya dilakukan terhadap kornet yang memberikan hasil sebagai berikut: aroma khas (2), tekstur lembut (4), dan warna cerah (2), sedangkanpada parameter kekenyalan tidak dinilai. Aroma khas pada kornet menurut penilaian dari para panelis merupakan respon terhadap daging yang telah diolah menjadi kornet dengan penambahan berbagai bumbu (rempah-rempah), antara lain pala, merica, bawang merah, susu, tomat, dan penyedap. Sehingga, dapat diketahui bahwa secara umum penambahan bumbu-bumbu tersebut dapat meningkatkan aroma dan citarasa daging.Bawang merah biasa digunakan sebagai bahan penyedap sehari-hari yang disukai karena aroma yang khas (Sunarjono, 1995).Merica/lada biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas.Pemberian tomat berfungsi sebagai penambah aroma khas pada kornet (Zeitsev et al., 1969).
Penilaian terhadap tekstur menunjukkan bahwa setelah proses pengolahan, tekstur kornet menjadi lembut. Tekstur ini merupakan dampak positif dari proses curing. Selain itu, kelembutan kornet ini mungkin juga dapat dipengaruhi oleh pemasakan dengan prinsip presto.Presto merupakan metode pemasakan dengan menggunakan suhu tinggi (mencapai 1200) dan tekanan tinggi (mencapai 1 sampai 2 atm).Suhu dan tekanan yang tinggi ini dicapai dengan menggunakan alat kukus bertekanan (autoclaf) atau dalam skala rumah tangga menggunakan “pressure cooker”.Suhu dan tekanan yang tinggi inilah yang menyebabkan tekstur daging menjadi lebih lembut (Arifudin, 1993).Selain dapat mempengaruhi tekstur, ternyata pengolahan dengan presto dapat mempengaruhi nilai gizi daging. Hal ini didukung oleh pernyataan Tapotubun et al. (2008) bahwa kandungan protein presto ikan mengalami peningkatan akibat adanya proses pengolahan dengan menggunakan garam serta penggunakaan suhu tinggi karena adanya pengeluaran dari daging ikan yang menyebabkan protein lebih terkonsentrasi.
Selanjutnya, dari warna daging diperoleh hasil bahwa warna kornet adalah cerah. Warna cerah ini merupakan dampak dari proses curing sehingga dapat menstabilkan warna daging. Hal inilah yang menjadi dampak positif dari proses curing. Selain aroma khas, warna yang cerah ini akan menjadi sisi positif pada saat kornet tersebut dipasarkan. Telah disebutkan sebelumnya, bahwa warna sangat mempengaruhi daya terima      daging.Guidi et al. (2006) yang menyatakan bahwa warna pada makanan, terutama pada produk daging merupakan sebuah parameter kuat yang mempengaruhi pilihan konsumen.Selain itu, keberhasilan komersial pada produk daging dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain harga, promosi (pengenalan), dan karakterustik organoleptik (bau, warna, dan tenderness).
Selain melakukan uji mutu hedonik, dilakukan pula uji hedonik tetapi hanya pada kornet. Hal ini karena uji hedonik tersebut untuk melihat tingkat kesukaan konsumen, sehingga melibatkan indra pengecapan. Sementara itu, uji hedonik tidak dilakukan terhadap daging curing karena masih mentah, sehingga tidak dapat dicicip.Berdasarkan hasil uji hedonik, secara umum panelis suka terhadap rasa, aroma, tekstur, dan warna dari kornet. Rasa, aroma, tekstur, dan warna ini tentunya merupakan pengaruh dari proses pengolahan, baik proses curing maupun pada saat pengolahan daging. Rasa dan aroma yang disukai oleh panelis merupakan dampak dari penambahan bumbu-bumbu, seperti gula, garam, pala, merica, susu, bawang merah, tomat, dan penyedap rasa. Hal inilah yang membuat rasa dan aroma kornet menjadi khas dan disukai oleh panelis.Selain itu, dapat diketahui bahwa secara umum panelis menyukai tekstur kornet yang lembek dan warnanya yang cerah.Sehingga penyataan Guidi et al. (2006) bahwa warna merupakan parameter kuat yang mempengaruhi pilihan konsumen memang benar dan telah dibuktikan dalam praktikum ini.
Hasil penilaian organoleptik yang telah diuraikan di atas merupakan hasil pengujian secara subyektif. Tiap panelis memiliki penilaian masing-masing yang mungkin saja berbeda antara panelis yang satu dengan yang lain.  Hal yang sama juga terlihat pada daya suka terhadap produk ini. Tidak semua panelis menyukai daging maupun produk daging.Setelah melakukan uji organoleptik, dilakukan penghitungan rendemen. Hasil rendemen pada kornet adalah 79,22%. Rendemen ini dihitung dari berat kornet dibagi berat daging curing, kemudian dikalikan dengan 100%.












KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil pada makalah ini adalah dalam proses pembuatan kornet dibagi menjadi dua yaitu proses curing dan pengolahan daging. Proses curing membuat aroma daging menjadi agak khas, teksturnya lembut, kekenyalan agak kenyal, dan warnanya agak cerah.Sementara itu, kornet yang dihasilkan memiliki aroma khas, tekstur lembut, dan warna cerah.Secara umum, panelis menyukai kornet tersebut. Nilai rendemen pada lidah asap adalah 49,22%.





























DAFTAR PUSTAKA


Arifudin, R. 1993. Bandeng Presto, Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pascapanen  Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.

Bacus, J. 1984. Utilization of Microorganisms in Meat Processing. Research Studies Press Ltd, England.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan 3rd ed. Terjemahan: Muchji Muljoharjo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Dewan Standarisasi Nasional (DSN). 1995. SNI 01-3775-1995. Corned beef dalam    kaleng. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.

Forrest, R. A. E. D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Judge, and R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Company, San Fransisco, C. A.

Guidi, A., L. Catigliego, O. Benini, A. Armani, G. Iannone, and D. Gianfaldoni. 2006. Biochemical Survei on Episodic Localized Darkening in Turkey Deboned

Thigh Meat Packaged in Modified Atmosphere. Journal of Poultry Science, 85: 787-793.

Hadiwiyoto, S. 1994. Studi pengolahan dendeng dengan oven pengeringan rumah tangga. Buletin Pertenakan. 18 : 119-126.

Judge, M. D. 1989. Meat evaluation : Quality, Prot. Meat Animal, Evaluation, Conf. University of Winconsin, Madison.

Kramlich, W. E. 1971. Sausage Products.Didalam : Price, J. F. dan B. S. Schweigert (2nd edition). The Science of Meat and Meat Porducts. W. H. Freeman and Company.

Kramlich, W.E. 1973. Processed Meat.AVI Publishing. Company Inc Westport,Connecticut.
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan. Parakkasi, A. Penerbit Universitas Indonesia-Press. Jakarta.

Soekarto, S. T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standardisasi Mutu Pangan. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Taknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Subyantoro, R. W.  1996. Penagruh cara pengemasan suhu dan waktu penyimpanan dan waktu penyimpanan terhadap sifat fisik dan oraganoleptik corned beef dalam kemasan plastik fleksibel. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Bogor.

Sunarjono, H. 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura badan Penelitian dan Pengembangan pertanian, Jakarta.

Swatland, H. J. 1984. Structure and Developement of Meat Animals. Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Syardy.2009. Uji Organoleptik Susu Pasteurisasi.http://syardy.blogspot.com [10 Oktober 2009].

Tapotubun, A., E. E. E. Nanholy, dan J. M. Louhenapessy. 2008. Efek Waktu Pemanasan Terhadap Mutu Presto Beberapa Jenis Ikan. Jurnal Icthyos vol. 7, No. 2, Juli 2008: 65-70.

Tjokronegoro, L. 1980. Mempelajari pengaruh penambahan bahan pengawet kimia terhadap mutu daging asap. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wilson, N. R. P., E. J. Dett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat Product. Applied Science Publishers, New Jersey.

Zaitsev, V., I. Kizevtter. L. Lagunov, T.  Makarova, L. Mimder and V. Padsevlow. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publisher, Uni Soviet.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar