KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT Karena rahat dan hidayahNya maka makalah
Bioteknologi Pakan ini selesai disusun. Bioteknologi Pakan adalah salah satu
pengetahuan yang fundamental dalam dunia peternakan,sehingga setiap pelaku
dalam bidang peternakan perlu mengetahuinya.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen
pembimbing yaitu Dewi Ananda Mucra, S.pt, M. P dengan arahan dan bimbingan
beliau penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Demikianlah
makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua,bila terdapat kesalah dalam
penulisan, penulis mohon maaf. Kritik dan saran membangun mohon disampaikan
demi perbaikan dimasa mendatang.
Pekanbaru, 2
Oktober, 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN
................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................... 3
II.
ENZIM DAN PEMANFAATANNYA DALAM INDUSTRI PAKAN 4
2.1.Pengertian Enzim ...................................................................... 4
2.2.Komponen Penyusun Enzim ..................................................... 4
2.3.Sifat Enzim ............................................................................... 5
2.4.Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Aktivitas Enzim ............... 5
2.5.Cara Kerja Enzim ...................................................................... 7
2.6.Penggunaan Enzim dalam
Industri Peternakan ........................ 10
III. PENUTUP .......................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ............................................................................... 17
3.1 Saran ......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peternakan merupakan sumber pangan
strategis sepanjang masa yang menyediakan daging, susu, telur dan produk-produk
olahannya. Karena itu pembangunan pertanian
berbasis sektor peternakan sangat strategis untuk dikembangkan.
Di negara barat seperti Jerman,
Perancis, Swedia, USA sudah sejak lama menggunakan zat promotor seperti
antibiotik untuk meningkatkan produksi ternaknya dan sejak digunakannya antibiotik
sebagai senyawa promotor pertumbuhan dalam pakan ternak, telah terjadinya
peningkatan pendapatan peternak berkat kemampuan senyawa tersebut
mengkonversikan nutrisi dalam pakan secara efisien dan efektif. Namun
akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik dalam ransum ternak telah menjadi
perdebatan sengit oleh para ilmuan akibat efek buruk yang ditimbulkan tidak
hanya bagi ternak tetapi juga bagi konsumen yang mengkonsumsi produk ternak
tersebut melalui residu yang ditinggalkan baik pada daging, susu maupun telur
(Samadi, 2004).
Di dalam tubuh makhluk hidup terutama
di dalam saluran pencernaannya terdapat bakteri-bakteri baik yang bersifat
menguntungkan maupun merugikan. Keseimbangan antara bakteri-bakteri yang
menguntungkan dan merugikan sepatutnya menjadi perhatian lebih demi
terciptanya hidup yang sehat bagi manusia dan produksi yang tinggi bagi ternak.
Keseimbangan populasi bakteri dalam
saluran pencernaan (eubiosis) hanya dapat diraih apabila komposisi
antara bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli
dan yang merugikan seperti Clostridia setidaknya 85% berbanding 15%
(Samadi, 2004). Lebih lanjut Samadi (2004) menjelaskan bahwa dengan komposisi
tersebut fungsi “barrier effect“ mikroflora yang menguntungkan dalam tubuh
makhluk hidup dengan cara mencegah terbentuknya koloni bakteri phatogen (colonisation
resistence) bisa teroptimalkan. Ketidakseimbangan populasi antara bakteri
yang menguntungkan dan merugikan (dysbiosis) berakibat turunnya produksi
ternak.
Kehadiran antibiotik dalam saluran
pencernaan dapat mengubah keseimbangan bakteri yang menguntungkan dan yang
merugikan. Antibiotik dapat menekan pertumbuhan bakteri-bakteri
phatogen yang berakibat melambungnya populasi bakteri menguntungkan dalam
saluran pencernaan. Tingginya mikroflora menguntungkan tersebut dapat
merangsang terbentuknya senyawa-senyawa antimikrobial, asam lemak bebas dan
zat-zat asam sehingga terciptanya lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan
bakteri patogen (Samadi, 2004).
Namun disayangkan penggunaan antibiotik
berakibat buruk bagi ternak dikarenakan resistensi ternak terhadap jenis-jenis
mikro-organisme phatogen tertentu. Hal ini telah terjadi pada peternakan unggas
di North Carolina (Amerika Serikat) akibat pemberian antibiotik tertentu, ternak
resisten terhadap Enrofloxacin yang berfungsi untuk membasmi bakteri Escherichia
coli. Dibagian lain residu dari antibiotik akan terbawa dalam produk-produk
ternak seperti daging, telur dan susu dan akan berbahaya bagi konsumen yang
mengkonsumsinya.
Seperti dilaporkan oleh Rusiana dengan
meneliti 80 ekor ayam broiler di Jabotabek menemukan 85% daging ayam broiler
dan 37% hati ayam tercemar residu antibiotik tylosin, penicilin, oxytetracycline dan kanamycin. Oleh karena itu
berbagai upaya telah dilakukan bertahun-tahun untuk mencari bahan tambahan
dalam pakan ternak sebagai pengganti antibiotik yang berbahaya tersebut
(Sumardi, 2002).
Enzim adalah salah satu bahan
alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak yang
aman untuk ternak, manusia yang mengkonsumsi hasil ternak maupun bagi
lingkungan.
3.2
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
agar mahasiswa dapat memahami; a) pengertian enzim; b) komponen penyusun enzim;
c) sifat-sifat enzim; d) faktor yang mempegaruhi cara kerja enzim; e) cara
kerja enzim; f) enzim yang dimanfaatkan dalam industri pakan
II.
ENZIM DAN PEMANFAATANNYA DALAM INDUSTRI PAKAN
2.7.Pengertian Enzim
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein)
yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses suatu reaksi
kimia tanpa ikut bereaksi) dalam suatu reaksi kimia, tanpa mempegaruhi
keseimbangan reaksi. Struktur enzim
tidak berubah baik sebelum dan sesudah reaksi. Enzim merupakan protein yang
khusus disintesa oleh sel hidup untuk mengkatalisa reaksi yang berlangsung
didalamnya. Untuk aktifitasnya kadang-kadang enzim itu membutuhkan kofaktor
yang bisa berupa senyawa organik dengan besar molekul cukup tinggi, atau logam.
Fungsi logam pada umumnya adalah untuk memantapkan ikatan antara substrat pada
enzim atau mentransfer elektron yang timbul selama proses katalisa. Kecepatan
gerak pada enzim dapat diukur dari jumlah substrat yang berkurang. Suatu
enzim dapat mempercepat reaksi 108-1011 kali lebih cepat daripada tanpa
katalis. Enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia.
2.8.Komponen
Penyusun Enzim
Enzim tersusun
dari molekul protein yang disebut
Apoenzim. Agar berfungsi sebagaimana mestinya, enzim memerlukan komponen lain
yang disebut kofaktor. Kofaktor adalah komponen nonprotein berupa ion atau
molekul. Berdasarkan ikatannya, kofaktor dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu gugus prostetik, ko-enzim, dan ion-ion anorganik. a) Gugus prostetik
merupakan tipe kofaktor yang biasanya terikat kuat pada enzim, berperan memberi
kekuatan tambahan terhadap kerja enzim. Contohnya adalah heme, yaitu molekul
berbentuk cincin pipih yang mengandung besi. Heme merupakan gugus prostetik
sejumlah enzim, antara lain katalase, peroksidase, dan sitokrom oksidase. b)
Ko-enzim merupakan kofaktor yang terdiri atas molekul organik nonprotein yang
terikat renggang dengan enzim. Ko-enzim berfungsi untuk memindahkan gugus
kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke enzim yang lain. Contohnya,
tiamin pirofosfat, NAD, NADP+, dan asam tetrahidrofolat. c) Ion-ion anorganik
merupakan kofaktor yang terikat dengan enzim atau substrat kompleks sehingga
fungsi enzim lebih efektif. Contohnya, amilase dalam ludah akan bekerja lebih
baik dengan adanya ion klorida dan kalsium. Beberapa kofaktor tidak berubah di
akhir reaksi, tetapi kadang-kadang berubah dan terlibat dalam reaksi yang lain.
Enzim yang terikat dengan kofaktornya disebut haloenzim.
2.9.Sifat
Enzim
Enzim
dibentuk dalam protoplasma sel. Enzim beraktifitas di dalam sel tempat
sintesisnya (disebut endoenzim) maupun di tempat yang lain diluar tempat
sintesisnya (disebut besar enzim bersifat endoenzima), sifat enzim diuraikan
sebagai berikut a) Enzim bersifat koloid, luas permukaan besar, bersifat
hidrofil; b) Dapat bereaksi dengan senyawa asam maupun basa, kation maupun
anion; c) Enzim sangat peka terhadap faktor-faktor yang menyebabkan denaturasi
protein misalnya suhu, pH dll; d)Enzim dapat dipacu maupun dihambat
aktifitasnya; e)Enzim merupakan biokatalisator yang dalam jumlah sedikit memacu
laju reaksi tanpa merubah keseimbangan reaksi; f) Enzim tidak ikut terlibat
dalam reaksi, struktur enzim tetap baik sebelum maupun setelah reaksi
berlangsung; g) Enzim bermolekul besar; h) Enzim bersifat khas/spesifik
Enzim
akan kehilangan aktivitasnya karena panas, asam dan basa kuat, pelarut organik
atau apa saja yang bisa menyebabkan denaturasi protein. Enzim dinyatakan
mempunyai sifat yang sangat khas karena hanya bekerja pada substrat tertentu
(Murray,R.K., et al, 2009).
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Aktivitas enzim
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a) Suhu Tiap kenaikan suhu 10º
C, kecepatan reaksi enzim menjadi dua kali lipat. Hal ini berlaku dalam batas
suhu yang wajar. Kenaikan suhu berhubungan dengan meningkatnya energi kinetik
pada molekul substrat dan enzim. Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan molekul
substrat meningkat. Sehingga, pada saat bertubrukan dengan enzim, energi
molekul substrat berkurang. Hal ini memudahkan molekul substrat terikat pada sisi
aktif enzim. Peningkatan suhu yang ekstrim dapat menyebabkan atom-atom penyusun
enzim bergetar sehingga ikatan hidrogen terputus dan enzim terdenaturasi.
Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim dan menyebabkan enzim
terlepas dari substratnya. Hal ini, menyebabkan aktivitas enzim menurun,
denaturasi bersifat irreversible (tidak dapat balik). Setiap enzim mempunyai
suhu optimum, sebagian besar enzim manusia mempunyai suhu optimum 37º C.
Sebagian besar enzim tumbuhan mempunyai suhu optimum 25º C; b) pH (derajat
keasaman) Enzim sangat peka terhadap perubahan derajat keasaman dan kebasaan
(pH) lingkungannya. Enzim dapat nonaktif bila berada dalam asam kuat atau basa
kuat.
Pada umumnya, enzim
intrasel bekerja efektif pada kisaran pH 7,0. Jika pH dinaikkan atau diturunkan
diluar pH optimumnya, maka aktivitas enzim akan menurun dengan cepat. Tetapi,
ada enzim yang memiliki pH optimum sangat asam, seperti pepsin, dan agak basa,
seperti amilase. Pepsin memiliki pH optimum sekitar 2 (sangat asam). Sedangkan,
amilase memiliki pH optimum sekitar 7,5 (agak basa); c) Inhibitor Kerja enzim
dapat terhalang oleh zat lain. Zat yang dapat menghambat kerja enzim disebut
inhibitor. Zat penghambat atau inhibitor dapat menghambat kerja enzim untuk
sementara atau secara tetap. Inhibitor enzim dibagi menjadi dua, yaitu
inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif; 1) Inhibitor kompetitif Inhibitor
kompetitif adalah molekul penghambat yang bersaing dengan substrat untuk
mendapatkan sisi aktif enzim. Contohnya, sianida bersaing dengan oksigen untuk
mendapatkan hemoglobin dalam rantai respirasi terakhir. Penghambatan inhibitor
kompetitif bersifat sementara dan dapat diatasi dengan cara menambah
konsentrasi substrat; 2) Inhibitor nonkompetitif Inhibitor nonkompetitif adalah
molekul penghambat enzim yang bekerja dengan cara melekatkan diri pada luar
sisi aktif enzim. Sehingga, bentuk enzim berubah dan sisi aktif enzim tidak
dapat berfungsi.
Hal ini menyebabkan
substrat tidak dapat masuk ke sisi aktif enzim. Penghambatan inhibitor
nonkompetitif bersifat tetap dan tidak dapat dipengaruhi oleh konsentrasi
substrat. Selain inhibitor, terdapat juga aktivator yang mempengaruhi kerja
enzim. Aktivator merupakan molekul yang mempermudah enzim berikatan dengan
substratnya. Contohnya, ion klorida yang berperan dalam aktivitas amilase dalam
ludah.
2.5. Cara Kerja Enzim
Cara kerja enzim dapat
dijelaskan dengan dua teori, yaitu teori gembok dan anak kunci, dan teori
kecocokan yang terinduksi; a) Teori gembok dan anak kunci (Lock and key theory) Enzim dan substrat bergabung bersama membentuk
kompleks, seperti kunci yang masuk dalam gembok. Di dalam kompleks, substrat
dapat bereaksi dengan energi aktivasi yang rendah. Setelah bereaksi, kompleks
lepas dan melepaskan produk serta
membebaskan enzim; b) Teori kecocokan yang terinduksi (Induced fit theory) Menurut
teori kecocokan yang terinduksi, sisi aktif enzim merupakan bentuk yang
fleksibel. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif
termodifikasi melingkupi substrat membentuk kompleks. Ketika produk sudah
terlepas dari kompleks, enzim tidak aktif menjadi bentuk yang lepas. Sehingga,
substrat yang lain kembali bereaksi dengan enzim tersebut.
Enzim mengkatalis
reaksi dengan cara meningkatkan laju reaksi. Enzim meningkatkan laju reaksi
dengan cara menurunkan energi aktivasi (energi yang diperlukan untuk reaksi). Enzim (E)
+ substrat ↔ kompleks enzim substrat (ES) Komp. Enzim substrat (ES) → enzim (E)
+ hasil reaksi (P). Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya. Oleh
Commision on Enzymes of The International Union of Biochemistry, enzim dibagi
dalam 6 golongan besar berdasarkan reaksi kimia dimana enzim memegang peranan
yaitu: 1. Oksidoreduktase 2. Transferase 3. Hidrolase 4. Liase 5. Isomerase 6.
Ligase.
Konsentrasi Enzim Seperti katalis, kecepatan reaksi yang
menggunakan enzim, tergantung pada konsentrasi enzim itu. Kecepatan reaksi
bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Konsentrasi Substrat Dengan
konsentrasi konsentrasi enzim yang tetap maka pertambahan konsentrasi substrat
menaikkan kecepatan reaksi. Pada batas konsentrasi tertentu tidak terjadi
kenaikan kecepatan reaksi walau konsentrasi substrat diperbesar. Terjadinya
kompleks enzim substrat diperlukan adanya kontak antara enzim dengan substrat
yang terjadi pada bagian enzim yang aktif. Bila substrat diperbesar makin
banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian yang aktif,
maka kompleks enzim substrat makin besar sehingga kecepatan reaksi makin besar.
Pada suhu rendah, reaksi kimia berlangsung lambat tetapi
pada suhu tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Karena enzim merupakan suatu
protein, kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi maka bagian aktif enzim
akan terganggu, konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan
reaksi akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat
menaikan kecepatan reaksi, namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya
proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada 2 pengaruh
yang berlawanan maka akan terjadi titik optimum yaitu suhu yang paling tepat
bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu (kecepatan paling besar).
Tiap enzim mempunyai suhu optimum tertentu, umumnya enzim yang terdapat pada
hewan mempunyai suhu optimum antara 40˚C-50˚C, tumbuhan antara 50˚C-60˚C.
Sebagian besar enzim terdenaturasi pada suhu diatas 60˚C. Pengaruh Ph Seperti
protein, umumnya struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat
bermuatan positif, negative, atau ganda (zwitter ion). Perubahan pH lingkungan
berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim membentuk kompleks enzim
substrat. pH rendah atau tinggi menyebabkan terjadinya denaturasi. pH tertentu
menyebabkan kecepatan rekasi paling tinggi disebut pH optimum.
Pengaruh Inhibitor Hambatan Reversibel Mekanisme enzim dalam
suatu reaksi melalui pembentukan kompleks enzim-substrat (ES). Hambatan
(inhibisi) terjadi bila penggabungan substrat pada bagian aktif enzim mengalami
hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi tersebut dinamakan
inhibitor. Hambatan ini mempunyai arti penting karena mekanisme pengaturan
reaksi2 dalam tubuh. Hambatan yang dilakukan inhibitor berupa hambatan tidak
reversible atau hambatan reversible. Tidak reversible oleh proses destruksi
gugus fungsi pada molekul enzim. Hambatan reversible berupa hambatan bersaing
atau tidak bersaing, Terjadi persaingan antara inhibitor dengan substrat
terhadap bagian aktif enzim melalui reaksi: E + S ↔ES E + I ↔ EI Contoh: asam
malonat, oksalat dan oksaloasetat dapat menghambat kerja enzim suksinat
dehidrogenase dalam reaksi dehidrogenasi as. Suksinat. E + S ↔ ES → E + P
(membentuk hasil reaksi) E + I ↔ EI → (tidak terbentuk hasil reaksi) Adalnya I
dapat mengurangi kecepatan reaksi. Hambatan tidak bersaing Yaitu tidak
dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi substrat dan inhibitor yang melakukannya
disebut inhibitor tidak bersaing.
Inhibitor dapat bergabung dengan enzim pada bagian enzim
diluar bagian aktif penggabungan inhibitor dengan enzim terjadi pada enzim
bebas atau pada enzim yang telah mengikat substrat yaitu kompleks
enzim-substrat. E + I → EI tidak dapat menghasilkan hasil reaksi ES + I → ESI
yang diharapkan Hambatan tidak bersaing pada suatu reaksi tidak dapat diatasi
dengan memperbesar konsentrasi substrat. Contoh: inhibitor tidak bersaing yang
dikenal ion2 logam berat (Cu2+, Hg2+, dan Ag+) yang berhubungan dengan gugus-SH
pada sistein dalam enzim. Hambatan tidak reversible Hambatan bersaing maupun tidak
bersaing adalah hambatan yang bersifat reversible. Hambatan tidak reversible
dapat terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversible dengan bagian tertentu
pada enzim sehingga berubahnya bentuk enzim. Contoh: enzim-SH + ICH2-CO-NH2 →
enzim-S-CH2-CO-NH2 + HI contoh: inhibitor diisopropil fosfofluoridat, senyawa
fosfor organic beracun dapat berikatan dengan asetilkolin esterase yang
terdapat dan berfungsi pada system syaraf pusat. 1. Oksidoreduktase Enzim dalam
golongan ini terbagi 2 yaitu dehidrogenase dan oksidase. Contoh dehidrogenase
yaitu pembentukan aldehid dari alcohol dan enzim yang bekerja yaitu alcohol
dehidrogenase. Contoh lain asam amino oksidase sebagai katalis pada reaksi
oksidasi asam2 amino. Glisin oksidase pada oksidasi glisin menjadi asam glioksilat.
2. Transferase Golongan ini pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu
senyawa kepada senyawa lain. Contoh: metiltransferase,
hidroksimetiltransferase, karboksiltransferase. 3. Hidrolase Golongan sebagai
katalis pada reaksi hidrolisis. Ada 3 jenis hidrolase yaitu memecah ikatan
ester, memecah glikosida dan memecah ikatan peptide. Esterase memecah ikatan
ester Lipase memecah ikatan ester pada lemak Fosfatase memecah ikatan fosfat
Amylase memecah ikatan pada amilum Alfa-amilase terdapat dalam saliva (ludah)
dan pankreas. Enzim pepsin terdapat dalam usus halus, enzim papain terdapat
dalam papaya. 4. Liase Golongan ini pada reaksi pemisahan suatu gugus dari
substrat. Contoh: dekarboksilase, aldolase, hidratase. Piruvat dekarboksilase:
enzim pada reaksi dekarboksilasi as.piruvat menjadi aldehid. 5. Isomerase
Golonga ini pada reaksi perubahan intra molekuler, misal reaksi perubahan
glukosa menjadi fruktosa. 6. Ligase Golongan ini pada reaksi penggabungan 2
molekul. Enzim ini disebut juga sintetase. Ikatan yang terbentuk pada
penggabungan ini yaitu C-O, C-S, C-N, atau C-C. Contoh: glutamine sintetase dan
piruvat karboksilase.
2.6. Penggunaan Enzim dalam Industri Peternakan
2.6.1. Alasan Penggunaan Enzim dalam Industri Pakan
Alasan utama penggunaan enzim
dalam industri pakan adalah untuk memeperbaiki nilai nutrisinya. Semua binatang
menggunakan enzim dalam mencerna makanannya, dimana enzim tersebut dihasilkan
baik oleh biantang itu sendiri maupun oleh mikroorganisme yang ada pada alat
pencernaannya. Namun demikian proses pencernaan tidak mencapai 100 % dari
bahan makanan yang dicerna, karena itu perlu ada suplemen enzim pada pakan
untuk meningkatkan efisiensi pencernaannya.
Di dalam sistem
produksi peternakan, pakan ternak menempati komponen biaya yang paling besar
karena itu keuntungan peternakan akan tergantung dari biaya reltif dan biaya
nilai nutrisi pada makanan. Ada empat alasan utama untuk menggunakan
enzim dalam industri pakan ternak (shhepy, 2001) yaitu:
Untuk memecah faktor
anti-nutrisi yang terdapat di dalam campuran makanan. Kebanyakan dari
snyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogeneous di dalam ternak,
dapat mengganggu pencernaan normal.
2.6.2. Enzim yang Digunakan dalam Industri Pakan
Terdapat empat enzim yang sering
digunakan dalam industri pakan saat ini yaitu enzim pemecah serat, enzim
pemecah protein, enzim pemecah pati dan enzim pemecah asam pitat (Sheppy,
2001).
a.
Enzim Pemecah Serat
Keterbatasan utama dari pencernaan
hewan monogastrik adalah bahwa hewan-hewan tersebut tidak memproduksi enzim
untuk mencerna serat. Pada ransum makanan ternak yang terbuat dari gandum,
proporsi terbesar dari serat ini adalah arabinoxylan
dan ß-glucan yang larut dan tidak
larut (White et al., 1983; Bedford et al., 1992 diacu oleh Sheppy,
2001). Serat yang dapat larut dan meningkatkan viskositas isi intestin
yang kecil, mengganggu pencernaan nutrisi sehingga menurunkan pertambahan bobot
badan ternak.
Kandungan serat pada gandum sangat
bervariasi tergantung pada varietasnya, tempat tumbuh, kondisi iklim dan
lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan variasi nilai nutrisi yang cukup
besar di dalam ransum. Untuk memecah serat, enzim-enzim xylanase dan ß-glucanase dapat menurunkan tingkat variasi nilai nutrisi pada
ransum dan dapat memberikan perbaikan dari pakan ternak sekaligus konsistensi
responnya pada hewan ternak. Xylanase
dihasilkan oleh mikroorganisme baik bakteri maupun jamur.
Penelitian pemanfaatan xylanase untuk membuat ransum ayam
boiler telah dilakukan oleh Van Paridon et al (1992), dengan melihat
pengaruhnya terhadap bobot badan ternak yang dicapai dan efisiensi serta
konversi makanan serta hubungannya dengan tingkat kecernaan. Hal yang sama juga
di-lakukan oleh Bedford et al (1992),
yang melaporkan bahwa ransum makanan ayam boiler yang diberi xylanase yang berasal dari T.longibrachiatum
mampu mengurangi tingkat kecernaan, sehingga meningkatkan pertambahan
bobot badan dan efisiensi konversi makanan.
Pius P Ketaren.,dkk dari Balai Penelitian Ternak, Bogor,
juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh suplementasi
enzim pemecah serat kasar terhadap penampilan ayam pedaging. Suplementasi diberikan dengan menambahkan
enzim xylanase kedalam ransum basal
dedak atau polar. Penelitian ini menggunakan 120 anak ayam pedaging umur sehari
yang dialokasikan secara acak kedalam 20 kandang yang masing-masing berisi 6
ekor. Ayam-ayam tersebut diberi 4 perlakuan. Perlakuan I, ayam diberi ransum
basal 30% dedak (RBD). Perlakuan II, ransum RBD + 0,01% enzim xilanase (RBD +
E). Perlakuan III diberi ransum basal 30% polar (RBP) dan perlakuan IV dengan
ransum RBP + 0,01% enzim xilanase (RBP + E). Setiap perlakuan diulang 5 kali
dan tiap ulangan terdiri dari 6 ekor. Seluruh kandang/pen ditempatkan dalam
bangunan tertutup yang dilengkapi dengan lampu penerang, pemanas dan pengatur
sirkulasi udara, yang diatur sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan ransum dan air
minum disediakan secara tak terbatas. Anak ayam juga divaksin pada umur 4 dan
21 hari untuk mencegah ND dan pada umur 14 hari untuk mencegah Gumboro.
Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan (PBB), feed conversion ratio (FCR)
dan mortalitas digunakan sebagai parameter dan diukur setiap minggu selama 5
minggu perlakuan.
Hasil riset
memperlihatkan PBB ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan
suplementasi enzim cenderung tumbuh lebih cepat dibanding ayam pedaging yang
memperoleh ransum lain. Dalam penelitian ini, suplementasi enzim xylanase sebanyak 0,01% kedalam ransum
basal dedak maupun polar tidak berpengaruh negatif terhadap penampilan broiler.
Hal ini tampak dari tidak adanya mortalitas selama penelitian berlangsung. FCR ayam pedaging yang diberi ransum
basal polar dengan suplementasi enzim secara nyata lebih baik dibanding ransum FCR ayam pedaging yang diberi ransum
lain.
Berdasarkan penampilan ayam
pedaging tersebut terlihat bahwa suplementasi enzim kedalam ransum basal polar
mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ransum sekitar 4%, sebaliknya
suplementasi enzim kedalam ransum basal dedak tidak mampu memperbaiki efisiensi
penggunaan ransum ayam pedaging. Ini membuktikan bahwa enzim xylanase yang digunakan dalam penelitian
ini lebih efektif apabila digunakan pada polar, yang diketahui mengandung lebih
banyak xylan/pentosan atau glucan dibanding dedak. peningkatan penampilan ayam
pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi enzim xylanase ini, kemungkinan juga berkaitan
dengan peningkatan kecernaan protein dan lemak disamping kenaikan kecernaan
serat kasar.
b.
Enzim Pemecah Protein
Berbagai bahan mentah yang digunakan
sebagai bahan pakan ternak mengandung protein. Terdapat variasi kualitas
dan kandungan protein yang cukup besar dari bahan mentah yang
berbeda. Dari sumber bahan protein primer seperti kedelai, beberapa
faktor anti nutrisi seperti lectins
dan trypsin inhibitor dapat memicu
kerusakan pada permukaan penyerapan, karena ketidaksempurnaan proses
pencernaan. Selain itu belum berkembangnya sistem pencernaan pada hewan
muda menyebabkan tidak mampu menggunakan simpanan protein yang besar di dalam
kedelai (glycin dan ß-conglycinin).
Penambahan protease dapat membantu
menetralkan pengaruh negatif dari faktor anti-nutrisi berprotein dan juga dapat
memecah simpanan protein yang besar menjadi molekul yang kecil dan dapat
diserap.
c.
Enzim pemecah Pati
Jagung merupakan sumber pati yang
sangat baik sehingga para ahli gizi menyebutnya sebagai bahan mentah standard
emas. Sebagian besar ahli gizi tidak mempertimbangkan pencernaan jagung
yang jelek, kenyataannya bahwa 95 % dapat dicerna. Namun hasil
penelitian Noy., et al (1994) yang
diacu oleh Sheppy (2001), pati hanya dicerna tidak lebih dari 85 % pada ayam
broiler umur 4 dan 21 hari. Penambahan enzim amylase pada makanan ayam dapat membantu mencerna pati lebih cepat
di intestin yang kecil dan pada gilirannya dapat memperbaiki kecepatan
pertumbuhan karena adanya peningkatan pengambilan nutrisi.
Pada masa aklimatisasi, anak ayam
sering menderita shok karena perubahan nutrisi, lingkungan dan status
imunitasnya. Penambahan amylase,
biasanya juga bersamaan dengan penambahan enzim lain, untuk meningkatkan
produksi enzim endogeneous telah
terbukti dapat memperbaiki pencernaan nutrisi dan penyerapannya.
d.
Enzim Pemecah Asam pitat
Fosfor merupakan unsur esensial untuk semua hewan, karena diperlukan
untuk mineralisasi tulang, imunitas, fertilitas dan juga pertumbuhan. Unggas
hanya dapat mencerna fosfor dalam bentuk asam pitat yang terdapat dalam sayur
sekitar 30-40 %. Phospor yang tidak dapat dicerna akan keluar bersama
kotoran (feces) dan menimbulkan
pencemaran.
Enzim phytase dapat memecah asam pytat, maka penambahan enzim tersebut
pada pakan ternak akan membebaskan lebih banyak phospor yang digunakan oleh
hewan.
Enzim phytase banyak dikenal dapat menghilangkan pengaruh anti nutrisi
asam pitat. Penggunaan enzime phytase
dalam pakan akan mengurangi keharusan penambahan sumber-sumber fosfor
anorganik mengingat fosfor asal bahan baku tumbuhan terikat dalam
asam pitat yang mengurangi ketersediaannya dalam pakan Padahal suplementasi
fosfor anorganik misalnya mengandalkan di kalsium fosfat maupun mono kalsium
fosfat relatif mahal belakangan ini. Di samping itu, fosfor yang terikat dalam
asam pitat yang tidak bisa dicerna sempurna oleh sistem pencernaan hewan
monogastrik akan ikut dalam feses dan menjadi sumber polutan yang berpotensi
mencemari tanah. Fosfor tidak terurai dalam tanah sehingga dalam jangka
panjang, pembuangan feses dengan kandungan fosfor tinggi akan menimbulkan
masalah bagi tanah.
Terdapat dua keuntungan menggunakan phytase dalam pakan ternak yaitu (1)
pengurangan biaya pakan dari pengurangan suplemen P pada makanan dan (2)
pengurangan polusi dari berkurangnya limbah melalui feses.
a.1.
Sumber Phytase
Phytase dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu 6-phytase dan 3-phytase. Penggolongan ini berdasarkan pada tempat awal
molekul pitat dihidrolisis. 6-phytase
umumnya ditemukan dalam tanaman, sedangkan 3-phytase
dihasilkan oleh jamur (mikroorganisme) (Dvorakova, 1998, diacu oleh Maenz,
2001).
a.1.1. Phytase Tanaman
Hampir semua tanaman mempunyai
aktivitas phytase namun jumlah dan
aktivitasnya sangat bervariasi cukup besar antar tanaman. Eeckhout., et al (1994) telah mengevaluasi level phytase pada 51 feedstuffs yang digunakan di Belgia dan menyimpulkan bahwa
aktivitas phytase terdapat pada biji
sereal seperti gandum sedangkan feedstuff lainnya termasuk kedelai
mengandung aktivitas phytase yang
sangat rendah (Maenz, 2001). Kandungan P pada pakan unggas berkisar 45
sampai 70 % (Barrier-Guillot et al,
1996, diacu oleh Maenz, 2001). Lebih lanjut Barrier-Guillot et al., 1996) mengukur aktivitas phytase pada 56 contoh jagung yang
tumbuh di Perancis tahun 1992 dan mendapatkan variasi aktivitas phytase antara 206 sampai 775 mU per
gram.
Studi yang dilakukan oleh Kemme et al., (1998) diacu oleh Maenz (2001)
terhadap degradasi asam pitat pada pencernaan babi (pigs) menunjukkan bahwa, bila diberi makan jagung, maka tingkat
degradasinya adalah 3 %, phytase pada
jagung 91 unit/kg, diberi makan campuran jagung, tingkat degradasinya 31 %, phytase
pada campuran gandumdan jagung 342 unit/kg dan jika diberi makan campuran
gandum dan jagung, tingkat degradasinya 47 %, kandungan phytase pada campuran ini adalah 1005 unit/kg. Studi ini
menunjukkan bahwa tingginya kandungan phytase
pada gandum dan jagung dapat membantu meningkatkan tingkat kecernaan asam pitat
pada hewan.
a.1.2. Phytase Mikroorganisme
Enzim hydrolitik yang menguraikan asam pitat dihasilkan oleh berbagai
macam mikroorganisme. Dvorakova (1998) yang diacu oleh Maenz (2001)
mengatakan bahwa ada 29 jenis jamur, bakteri dan ragi yang menghasilkan enzim phytase. Dari 29 jenis tersebut,
21 jenis diantaranya menghasilkan enzim phytase
extraceluler. Strain jamur Aspergilus niger menghasilkan
aktivitas phytase extraseluler yang tinggi (Volfova et al., 1994) yang diacu oleh Maenz (2001).
III.PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Enzim
adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis
(senyawa yang mempercepat proses suatu reaksi kimia tanpa ikut bereaksi) dalam
suatu reaksi kimia, tanpa mempegaruhi keseimbangan reaksi. Struktur enzim tidak
berubah baik sebelum dan sesudah reaksi.
2. Enzim
tersusun dari molekul protein yang
disebut Apoenzim dan kofaktor yang berupa gugus prostetik, koenzim dan ion-ion
anorganik.
3. Enzim bersifat koloid, luas permukaan besar, bersifat hidrofil,
dapat bereaksi dengan senyawa asam maupun basa, kation maupun anion, enzim
sangat peka terhadap faktor-faktor yang menyebabkan denaturasi protein misalnya
suhu, pH dll, enzim dapat dipacu maupun dihambat aktifitasnya, enzim merupakan
biokatalisator yang dalam jumlah sedikit memacu laju reaksi tanpa merubah
keseimbangan reaksi, enzim tidak ikut terlibat dalam reaksi, struktur enzim
tetap baik sebelum maupun setelah reaksi berlangsung, enzim bermolekul besar,
enzim bersifat khas/spesifik.
4. Konsentrasi
enzim, konsentrasi substrat, suhu, pH,
pengaruh dan inhibitor.
5. Enzim yang biasa digunakan dalam industri pakan saat ini
yaitu enzim untuk memecah serat,enzim pemecah protein, enzim pemecah pati dan
enzim pemecah asam pitat
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A. 13 Desember, 2010. ” Enzim dan Koenzim”, blogspot: online
Daryl K, Granner, Murray, Robert.
K, Rodwell, Victor W. 2009. Biokimia
Herper Edisi 27. EGC: Jakarta
Maenz, D.D. 2001. Enzimatic Characteristics of Phytases as they Relate
to Their Use in Animal Feeds. In Enzimes in Farm Animal Nutrition. Bedford, MR
and GG Patridge (Eds). CABI Publishing. UK
Samadi. 2004. ”Feed Quality for Food Safety”, Kapankah di Indonesia: Inovasi
Online vol 2 (XVI).
Sheppy, C. 2001. The Current Feed Enzyme Market and Likely Trends. In Enzimes in
Farm Animal Nutrition. Bedford, MR and GG Patridge (Eds). CABI
Publishing. UK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar