Rabu, 01 Mei 2013

ENZIN DAN PENGGUNAANYA DALAM INDUSTRI PAKAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Karena rahat dan hidayahNya maka makalah Bioteknologi Pakan ini selesai disusun. Bioteknologi Pakan adalah salah satu pengetahuan yang fundamental dalam dunia peternakan,sehingga setiap pelaku dalam bidang peternakan perlu mengetahuinya.
Ucapan  terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen pembimbing yaitu Dewi Ananda Mucra, S.pt, M. P dengan arahan dan bimbingan beliau penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Demikianlah makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua,bila terdapat kesalah dalam penulisan, penulis mohon maaf. Kritik dan saran membangun mohon disampaikan demi perbaikan dimasa mendatang.


Pekanbaru, 2 Oktober, 2012


Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................              i
DAFTAR ISI .............................................................................................             ii
I. PENDAHULUAN  ................................................................................             1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................             1
1.2  Tujuan .......................................................................................             3

II. ENZIM DAN PEMANFAATANNYA DALAM INDUSTRI PAKAN      4
2.1.Pengertian Enzim ......................................................................             4
2.2.Komponen Penyusun Enzim .....................................................             4
2.3.Sifat Enzim ...............................................................................             5
2.4.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim ...............             5
2.5.Cara Kerja Enzim ......................................................................             7
2.6.Penggunaan Enzim dalam Industri Peternakan ........................           10

III. PENUTUP ..........................................................................................           17
3.1 Kesimpulan ...............................................................................           17
3.1  Saran .........................................................................................           17

DAFTAR PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Peternakan merupakan sumber pangan strategis sepanjang masa yang menyediakan daging, susu, telur dan produk-produk olahannya.  Karena itu pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan sangat strategis untuk dikembangkan.
Di negara barat seperti Jerman, Perancis, Swedia, USA sudah sejak lama menggunakan zat promotor seperti antibiotik untuk meningkatkan produksi ternaknya dan sejak digunakannya antibiotik sebagai senyawa promotor pertumbuhan dalam pakan ternak, telah terjadinya peningkatan pendapatan peternak berkat kemampuan senyawa tersebut mengkonversikan nutrisi dalam pakan secara efisien dan efektif. Namun akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik dalam ransum ternak telah menjadi perdebatan sengit oleh para ilmuan akibat efek buruk yang ditimbulkan tidak hanya bagi ternak tetapi juga bagi konsumen yang mengkonsumsi produk ternak tersebut melalui residu yang ditinggalkan baik pada daging, susu maupun telur (Samadi, 2004).
Di dalam tubuh makhluk hidup terutama di dalam saluran pencernaannya terdapat bakteri-bakteri baik yang bersifat menguntungkan maupun merugikan. Keseimbangan antara bakteri-bakteri yang menguntungkan dan merugikan  sepatutnya menjadi perhatian lebih demi terciptanya hidup yang sehat bagi manusia dan produksi yang tinggi bagi ternak.
Keseimbangan populasi bakteri dalam saluran pencernaan (eubiosis) hanya dapat diraih apabila komposisi antara bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli dan yang merugikan seperti Clostridia setidaknya 85% berbanding 15% (Samadi, 2004). Lebih lanjut Samadi (2004) menjelaskan bahwa dengan komposisi tersebut fungsi “barrier effect“ mikroflora yang menguntungkan dalam tubuh makhluk hidup dengan cara mencegah terbentuknya koloni bakteri phatogen (colonisation resistence) bisa teroptimalkan. Ketidakseimbangan populasi antara bakteri yang menguntungkan dan merugikan (dysbiosis) berakibat turunnya produksi ternak.
Kehadiran antibiotik dalam saluran pencernaan dapat mengubah keseimbangan bakteri yang menguntungkan dan yang merugikan.  Antibiotik  dapat menekan pertumbuhan bakteri-bakteri phatogen yang berakibat melambungnya populasi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan. Tingginya mikroflora menguntungkan tersebut dapat merangsang terbentuknya senyawa-senyawa antimikrobial, asam lemak bebas dan zat-zat asam sehingga terciptanya lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri patogen (Samadi, 2004).
Namun disayangkan penggunaan antibiotik berakibat buruk bagi ternak dikarenakan resistensi ternak terhadap jenis-jenis mikro-organisme phatogen tertentu. Hal ini telah terjadi pada peternakan unggas di North Carolina (Amerika Serikat) akibat pemberian antibiotik tertentu, ternak resisten terhadap Enrofloxacin yang berfungsi untuk membasmi bakteri Escherichia coli. Dibagian lain residu dari antibiotik akan terbawa dalam produk-produk ternak seperti daging, telur dan susu dan akan berbahaya bagi konsumen yang mengkonsumsinya.
Seperti dilaporkan oleh Rusiana dengan meneliti 80 ekor ayam broiler di Jabotabek menemukan 85% daging ayam broiler dan 37% hati ayam tercemar residu antibiotik tylosin, penicilin, oxytetracycline dan kanamycin. Oleh karena itu berbagai upaya telah dilakukan bertahun-tahun untuk mencari bahan tambahan dalam pakan ternak sebagai pengganti antibiotik yang berbahaya tersebut (Sumardi, 2002).
Enzim adalah salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak yang aman untuk ternak, manusia yang mengkonsumsi hasil ternak maupun  bagi lingkungan.

3.2  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami; a) pengertian enzim; b) komponen penyusun enzim; c) sifat-sifat enzim; d) faktor yang mempegaruhi cara kerja enzim; e) cara kerja enzim; f) enzim yang dimanfaatkan dalam industri pakan 


























II. ENZIM DAN PEMANFAATANNYA DALAM INDUSTRI PAKAN

2.7.Pengertian Enzim
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses suatu reaksi kimia tanpa ikut bereaksi) dalam suatu reaksi kimia, tanpa mempegaruhi keseimbangan reaksi. Struktur enzim tidak berubah baik sebelum dan sesudah reaksi. Enzim merupakan protein yang khusus disintesa oleh sel hidup untuk mengkatalisa reaksi yang berlangsung didalamnya. Untuk aktifitasnya kadang-kadang enzim itu membutuhkan kofaktor yang bisa berupa senyawa organik dengan besar molekul cukup tinggi, atau logam. Fungsi logam pada umumnya adalah untuk memantapkan ikatan antara substrat pada enzim atau mentransfer elektron yang timbul selama proses katalisa. Kecepatan gerak pada enzim dapat diukur dari jumlah substrat yang berkurang. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108-1011 kali lebih cepat daripada tanpa katalis. Enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia.

2.8.Komponen Penyusun Enzim
Enzim tersusun dari  molekul protein yang disebut Apoenzim. Agar berfungsi sebagaimana mestinya, enzim memerlukan komponen lain yang disebut kofaktor. Kofaktor adalah komponen nonprotein berupa ion atau molekul. Berdasarkan ikatannya, kofaktor dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu gugus prostetik, ko-enzim, dan ion-ion anorganik. a) Gugus prostetik merupakan tipe kofaktor yang biasanya terikat kuat pada enzim, berperan memberi kekuatan tambahan terhadap kerja enzim. Contohnya adalah heme, yaitu molekul berbentuk cincin pipih yang mengandung besi. Heme merupakan gugus prostetik sejumlah enzim, antara lain katalase, peroksidase, dan sitokrom oksidase. b) Ko-enzim merupakan kofaktor yang terdiri atas molekul organik nonprotein yang terikat renggang dengan enzim. Ko-enzim berfungsi untuk memindahkan gugus kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke enzim yang lain. Contohnya, tiamin pirofosfat, NAD, NADP+, dan asam tetrahidrofolat. c) Ion-ion anorganik merupakan kofaktor yang terikat dengan enzim atau substrat kompleks sehingga fungsi enzim lebih efektif. Contohnya, amilase dalam ludah akan bekerja lebih baik dengan adanya ion klorida dan kalsium. Beberapa kofaktor tidak berubah di akhir reaksi, tetapi kadang-kadang berubah dan terlibat dalam reaksi yang lain. Enzim yang terikat dengan kofaktornya disebut haloenzim.

2.9.Sifat Enzim
Enzim dibentuk dalam protoplasma sel. Enzim beraktifitas di dalam sel tempat sintesisnya (disebut endoenzim) maupun di tempat yang lain diluar tempat sintesisnya (disebut besar enzim bersifat endoenzima), sifat enzim diuraikan sebagai berikut a) Enzim bersifat koloid, luas permukaan besar, bersifat hidrofil; b) Dapat bereaksi dengan senyawa asam maupun basa, kation maupun anion; c) Enzim sangat peka terhadap faktor-faktor yang menyebabkan denaturasi protein misalnya suhu, pH dll; d)Enzim dapat dipacu maupun dihambat aktifitasnya; e)Enzim merupakan biokatalisator yang dalam jumlah sedikit memacu laju reaksi tanpa merubah keseimbangan reaksi; f) Enzim tidak ikut terlibat dalam reaksi, struktur enzim tetap baik sebelum maupun setelah reaksi berlangsung; g) Enzim bermolekul besar; h) Enzim bersifat khas/spesifik
Enzim akan kehilangan aktivitasnya karena panas, asam dan basa kuat, pelarut organik atau apa saja yang bisa menyebabkan denaturasi protein. Enzim dinyatakan mempunyai sifat yang sangat khas karena hanya bekerja pada substrat tertentu (Murray,R.K., et al, 2009).

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a) Suhu Tiap kenaikan suhu 10º C, kecepatan reaksi enzim menjadi dua kali lipat. Hal ini berlaku dalam batas suhu yang wajar. Kenaikan suhu berhubungan dengan meningkatnya energi kinetik pada molekul substrat dan enzim. Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan molekul substrat meningkat. Sehingga, pada saat bertubrukan dengan enzim, energi molekul substrat berkurang. Hal ini memudahkan molekul substrat terikat pada sisi aktif enzim. Peningkatan suhu yang ekstrim dapat menyebabkan atom-atom penyusun enzim bergetar sehingga ikatan hidrogen terputus dan enzim terdenaturasi. Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim dan menyebabkan enzim terlepas dari substratnya. Hal ini, menyebabkan aktivitas enzim menurun, denaturasi bersifat irreversible (tidak dapat balik). Setiap enzim mempunyai suhu optimum, sebagian besar enzim manusia mempunyai suhu optimum 37º C. Sebagian besar enzim tumbuhan mempunyai suhu optimum 25º C; b) pH (derajat keasaman) Enzim sangat peka terhadap perubahan derajat keasaman dan kebasaan (pH) lingkungannya. Enzim dapat nonaktif bila berada dalam asam kuat atau basa kuat.
Pada umumnya, enzim intrasel bekerja efektif pada kisaran pH 7,0. Jika pH dinaikkan atau diturunkan diluar pH optimumnya, maka aktivitas enzim akan menurun dengan cepat. Tetapi, ada enzim yang memiliki pH optimum sangat asam, seperti pepsin, dan agak basa, seperti amilase. Pepsin memiliki pH optimum sekitar 2 (sangat asam). Sedangkan, amilase memiliki pH optimum sekitar 7,5 (agak basa); c) Inhibitor Kerja enzim dapat terhalang oleh zat lain. Zat yang dapat menghambat kerja enzim disebut inhibitor. Zat penghambat atau inhibitor dapat menghambat kerja enzim untuk sementara atau secara tetap. Inhibitor enzim dibagi menjadi dua, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif; 1) Inhibitor kompetitif Inhibitor kompetitif adalah molekul penghambat yang bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Contohnya, sianida bersaing dengan oksigen untuk mendapatkan hemoglobin dalam rantai respirasi terakhir. Penghambatan inhibitor kompetitif bersifat sementara dan dapat diatasi dengan cara menambah konsentrasi substrat; 2) Inhibitor nonkompetitif Inhibitor nonkompetitif adalah molekul penghambat enzim yang bekerja dengan cara melekatkan diri pada luar sisi aktif enzim. Sehingga, bentuk enzim berubah dan sisi aktif enzim tidak dapat berfungsi.
Hal ini menyebabkan substrat tidak dapat masuk ke sisi aktif enzim. Penghambatan inhibitor nonkompetitif bersifat tetap dan tidak dapat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat. Selain inhibitor, terdapat juga aktivator yang mempengaruhi kerja enzim. Aktivator merupakan molekul yang mempermudah enzim berikatan dengan substratnya. Contohnya, ion klorida yang berperan dalam aktivitas amilase dalam ludah.

2.5. Cara Kerja Enzim
Cara kerja enzim dapat dijelaskan dengan dua teori, yaitu teori gembok dan anak kunci, dan teori kecocokan yang terinduksi; a) Teori gembok dan anak kunci (Lock and key theory) Enzim dan substrat bergabung bersama membentuk kompleks, seperti kunci yang masuk dalam gembok. Di dalam kompleks, substrat dapat bereaksi dengan energi aktivasi yang rendah. Setelah bereaksi, kompleks lepas dan  melepaskan produk serta membebaskan enzim; b) Teori kecocokan yang terinduksi (Induced fit theory) Menurut teori kecocokan yang terinduksi, sisi aktif enzim merupakan bentuk yang fleksibel. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif termodifikasi melingkupi substrat membentuk kompleks. Ketika produk sudah terlepas dari kompleks, enzim tidak aktif menjadi bentuk yang lepas. Sehingga, substrat yang lain kembali bereaksi dengan enzim tersebut.
Enzim mengkatalis reaksi dengan cara meningkatkan laju reaksi. Enzim meningkatkan laju reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi (energi yang diperlukan untuk reaksi). Enzim (E) + substrat ↔ kompleks enzim substrat (ES) Komp. Enzim substrat (ES) → enzim (E) + hasil reaksi (P). Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya. Oleh Commision on Enzymes of The International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam 6 golongan besar berdasarkan reaksi kimia dimana enzim memegang peranan yaitu: 1. Oksidoreduktase 2. Transferase 3. Hidrolase 4. Liase 5. Isomerase 6. Ligase.
Konsentrasi Enzim Seperti katalis, kecepatan reaksi yang menggunakan enzim, tergantung pada konsentrasi enzim itu. Kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Konsentrasi Substrat Dengan konsentrasi konsentrasi enzim yang tetap maka pertambahan konsentrasi substrat menaikkan kecepatan reaksi. Pada batas konsentrasi tertentu tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walau konsentrasi substrat diperbesar. Terjadinya kompleks enzim substrat diperlukan adanya kontak antara enzim dengan substrat yang terjadi pada bagian enzim yang aktif. Bila substrat diperbesar makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian yang aktif, maka kompleks enzim substrat makin besar sehingga kecepatan reaksi makin besar.
Pada suhu rendah, reaksi kimia berlangsung lambat tetapi pada suhu tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Karena enzim merupakan suatu protein, kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi maka bagian aktif enzim akan terganggu, konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksi akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikan kecepatan reaksi, namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada 2 pengaruh yang berlawanan maka akan terjadi titik optimum yaitu suhu yang paling tepat bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu (kecepatan paling besar). Tiap enzim mempunyai suhu optimum tertentu, umumnya enzim yang terdapat pada hewan mempunyai suhu optimum antara 40˚C-50˚C, tumbuhan antara 50˚C-60˚C. Sebagian besar enzim terdenaturasi pada suhu diatas 60˚C. Pengaruh Ph Seperti protein, umumnya struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat bermuatan positif, negative, atau ganda (zwitter ion). Perubahan pH lingkungan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim membentuk kompleks enzim substrat. pH rendah atau tinggi menyebabkan terjadinya denaturasi. pH tertentu menyebabkan kecepatan rekasi paling tinggi disebut pH optimum.
Pengaruh Inhibitor Hambatan Reversibel Mekanisme enzim dalam suatu reaksi melalui pembentukan kompleks enzim-substrat (ES). Hambatan (inhibisi) terjadi bila penggabungan substrat pada bagian aktif enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi tersebut dinamakan inhibitor. Hambatan ini mempunyai arti penting karena mekanisme pengaturan reaksi2 dalam tubuh. Hambatan yang dilakukan inhibitor berupa hambatan tidak reversible atau hambatan reversible. Tidak reversible oleh proses destruksi gugus fungsi pada molekul enzim. Hambatan reversible berupa hambatan bersaing atau tidak bersaing, Terjadi persaingan antara inhibitor dengan substrat terhadap bagian aktif enzim melalui reaksi: E + S ↔ES E + I ↔ EI Contoh: asam malonat, oksalat dan oksaloasetat dapat menghambat kerja enzim suksinat dehidrogenase dalam reaksi dehidrogenasi as. Suksinat. E + S ↔ ES → E + P (membentuk hasil reaksi) E + I ↔ EI → (tidak terbentuk hasil reaksi) Adalnya I dapat mengurangi kecepatan reaksi. Hambatan tidak bersaing Yaitu tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi substrat dan inhibitor yang melakukannya disebut inhibitor tidak bersaing.
Inhibitor dapat bergabung dengan enzim pada bagian enzim diluar bagian aktif penggabungan inhibitor dengan enzim terjadi pada enzim bebas atau pada enzim yang telah mengikat substrat yaitu kompleks enzim-substrat. E + I → EI tidak dapat menghasilkan hasil reaksi ES + I → ESI yang diharapkan Hambatan tidak bersaing pada suatu reaksi tidak dapat diatasi dengan memperbesar konsentrasi substrat. Contoh: inhibitor tidak bersaing yang dikenal ion2 logam berat (Cu2+, Hg2+, dan Ag+) yang berhubungan dengan gugus-SH pada sistein dalam enzim. Hambatan tidak reversible Hambatan bersaing maupun tidak bersaing adalah hambatan yang bersifat reversible. Hambatan tidak reversible dapat terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversible dengan bagian tertentu pada enzim sehingga berubahnya bentuk enzim. Contoh: enzim-SH + ICH2-CO-NH2 → enzim-S-CH2-CO-NH2 + HI contoh: inhibitor diisopropil fosfofluoridat, senyawa fosfor organic beracun dapat berikatan dengan asetilkolin esterase yang terdapat dan berfungsi pada system syaraf pusat. 1. Oksidoreduktase Enzim dalam golongan ini terbagi 2 yaitu dehidrogenase dan oksidase. Contoh dehidrogenase yaitu pembentukan aldehid dari alcohol dan enzim yang bekerja yaitu alcohol dehidrogenase. Contoh lain asam amino oksidase sebagai katalis pada reaksi oksidasi asam2 amino. Glisin oksidase pada oksidasi glisin menjadi asam glioksilat. 2. Transferase Golongan ini pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain. Contoh: metiltransferase, hidroksimetiltransferase, karboksiltransferase. 3. Hidrolase Golongan sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Ada 3 jenis hidrolase yaitu memecah ikatan ester, memecah glikosida dan memecah ikatan peptide. Esterase memecah ikatan ester Lipase memecah ikatan ester pada lemak Fosfatase memecah ikatan fosfat Amylase memecah ikatan pada amilum Alfa-amilase terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas. Enzim pepsin terdapat dalam usus halus, enzim papain terdapat dalam papaya. 4. Liase Golongan ini pada reaksi pemisahan suatu gugus dari substrat. Contoh: dekarboksilase, aldolase, hidratase. Piruvat dekarboksilase: enzim pada reaksi dekarboksilasi as.piruvat menjadi aldehid. 5. Isomerase Golonga ini pada reaksi perubahan intra molekuler, misal reaksi perubahan glukosa menjadi fruktosa. 6. Ligase Golongan ini pada reaksi penggabungan 2 molekul. Enzim ini disebut juga sintetase. Ikatan yang terbentuk pada penggabungan ini yaitu C-O, C-S, C-N, atau C-C. Contoh: glutamine sintetase dan piruvat karboksilase.

2.6. Penggunaan Enzim dalam Industri Peternakan
2.6.1. Alasan Penggunaan Enzim dalam Industri Pakan
Alasan utama penggunaan enzim dalam industri pakan adalah untuk memeperbaiki nilai nutrisinya. Semua binatang menggunakan enzim dalam mencerna makanannya, dimana enzim tersebut dihasilkan baik oleh biantang itu sendiri maupun oleh mikroorganisme yang ada pada alat pencernaannya.  Namun demikian proses pencernaan tidak mencapai 100 % dari bahan makanan yang dicerna, karena itu perlu ada suplemen enzim pada pakan untuk meningkatkan efisiensi pencernaannya.
 Di dalam sistem produksi peternakan, pakan ternak menempati komponen biaya yang paling besar karena itu keuntungan peternakan akan tergantung dari biaya reltif dan biaya nilai nutrisi pada makanan.  Ada empat alasan utama untuk menggunakan enzim dalam industri pakan ternak (shhepy, 2001) yaitu:
 Untuk memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat di dalam campuran makanan.  Kebanyakan dari snyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogeneous di dalam ternak, dapat mengganggu pencernaan normal.

2.6.2. Enzim yang Digunakan dalam Industri Pakan 
  Terdapat empat enzim yang sering digunakan dalam industri pakan saat ini yaitu enzim pemecah serat, enzim pemecah protein, enzim pemecah pati dan enzim pemecah asam pitat (Sheppy, 2001).
a.      Enzim Pemecah Serat
Keterbatasan utama dari pencernaan hewan monogastrik adalah bahwa hewan-hewan tersebut tidak memproduksi enzim untuk mencerna serat. Pada ransum makanan ternak yang terbuat dari gandum, proporsi terbesar dari serat ini adalah arabinoxylan dan ß-glucan yang larut dan tidak larut (White et al., 1983; Bedford et al., 1992 diacu oleh Sheppy, 2001).  Serat yang dapat larut dan meningkatkan viskositas isi intestin yang kecil, mengganggu pencernaan nutrisi sehingga menurunkan pertambahan bobot badan ternak.
Kandungan serat pada gandum sangat bervariasi tergantung pada varietasnya, tempat tumbuh, kondisi iklim dan lain-lain.  Hal ini dapat menyebabkan variasi nilai nutrisi yang cukup besar di dalam ransum.  Untuk memecah serat, enzim-enzim xylanase dan ß-glucanase dapat menurunkan tingkat variasi nilai nutrisi pada ransum dan dapat memberikan perbaikan dari pakan ternak sekaligus konsistensi responnya pada hewan ternak.  Xylanase dihasilkan oleh mikroorganisme baik bakteri maupun jamur.   
Penelitian pemanfaatan xylanase untuk membuat ransum ayam boiler telah dilakukan oleh Van Paridon et al (1992), dengan melihat pengaruhnya terhadap bobot badan ternak yang dicapai dan efisiensi serta konversi makanan serta hubungannya dengan tingkat kecernaan. Hal yang sama juga di-lakukan oleh Bedford et al (1992), yang melaporkan bahwa ransum makanan ayam boiler yang diberi xylanase yang berasal dari T.longibrachiatum  mampu mengurangi tingkat kecernaan, sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan dan efisiensi konversi makanan.
Pius P Ketaren.,dkk dari Balai Penelitian Ternak, Bogor, juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh suplementasi enzim pemecah serat kasar terhadap penampilan ayam pedaging. Suplementasi diberikan dengan menambahkan enzim xylanase kedalam ransum basal dedak atau polar. Penelitian ini menggunakan 120 anak ayam pedaging umur sehari yang dialokasikan secara acak kedalam 20 kandang yang masing-masing berisi 6 ekor. Ayam-ayam tersebut diberi 4 perlakuan. Perlakuan I, ayam diberi ransum basal 30% dedak (RBD). Perlakuan II, ransum RBD + 0,01% enzim xilanase (RBD + E). Perlakuan III diberi ransum basal 30% polar (RBP) dan perlakuan IV dengan ransum RBP + 0,01% enzim xilanase (RBP + E). Setiap perlakuan diulang 5 kali dan tiap ulangan terdiri dari 6 ekor. Seluruh kandang/pen ditempatkan dalam bangunan tertutup yang dilengkapi dengan lampu penerang, pemanas dan pengatur sirkulasi udara, yang diatur sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan ransum dan air minum disediakan secara tak terbatas. Anak ayam juga divaksin pada umur 4 dan 21 hari untuk mencegah ND dan pada umur 14 hari untuk mencegah Gumboro. Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan (PBB), feed conversion ratio (FCR) dan mortalitas digunakan sebagai parameter dan diukur setiap minggu selama 5 minggu perlakuan.
 Hasil riset memperlihatkan PBB ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi enzim cenderung tumbuh lebih cepat dibanding ayam pedaging yang memperoleh ransum lain. Dalam penelitian ini, suplementasi enzim xylanase sebanyak 0,01% kedalam ransum basal dedak maupun polar tidak berpengaruh negatif terhadap penampilan broiler. Hal ini tampak dari tidak adanya mortalitas selama penelitian berlangsung. FCR ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi enzim secara nyata lebih baik dibanding ransum FCR ayam pedaging yang diberi ransum lain.
Berdasarkan penampilan ayam pedaging tersebut terlihat bahwa suplementasi enzim kedalam ransum basal polar mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ransum sekitar 4%, sebaliknya suplementasi enzim kedalam ransum basal dedak tidak mampu memperbaiki efisiensi penggunaan ransum ayam pedaging. Ini membuktikan bahwa enzim xylanase yang digunakan dalam penelitian ini lebih efektif apabila digunakan pada polar, yang diketahui mengandung lebih banyak xylan/pentosan  atau glucan dibanding dedak. peningkatan penampilan ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi enzim xylanase ini, kemungkinan juga berkaitan dengan peningkatan kecernaan protein dan lemak disamping kenaikan kecernaan serat kasar.            
b.      Enzim Pemecah Protein
Berbagai bahan mentah yang digunakan sebagai bahan pakan ternak mengandung protein.  Terdapat variasi kualitas dan kandungan protein yang cukup besar  dari bahan mentah yang  berbeda.  Dari sumber bahan protein primer seperti kedelai, beberapa faktor anti nutrisi seperti lectins dan trypsin inhibitor dapat memicu kerusakan pada permukaan penyerapan, karena ketidaksempurnaan proses pencernaan.  Selain itu belum berkembangnya sistem pencernaan pada hewan muda menyebabkan tidak mampu menggunakan simpanan protein yang besar di dalam kedelai (glycin dan ß-conglycinin).
Penambahan protease dapat membantu menetralkan pengaruh negatif dari faktor anti-nutrisi berprotein dan juga dapat memecah simpanan protein yang besar menjadi molekul yang kecil dan dapat diserap. 
c.       Enzim pemecah Pati
Jagung merupakan sumber pati yang sangat baik sehingga para ahli gizi menyebutnya sebagai bahan mentah standard emas.  Sebagian besar ahli gizi tidak mempertimbangkan pencernaan jagung yang jelek, kenyataannya bahwa 95 %  dapat dicerna.  Namun hasil penelitian Noy., et al (1994) yang diacu oleh Sheppy (2001), pati hanya dicerna tidak lebih dari 85 % pada ayam broiler umur 4 dan 21 hari.  Penambahan enzim amylase pada makanan ayam dapat membantu mencerna pati lebih cepat di intestin yang kecil dan pada gilirannya dapat memperbaiki kecepatan pertumbuhan karena adanya peningkatan pengambilan nutrisi.
Pada masa aklimatisasi, anak ayam sering menderita shok karena perubahan nutrisi, lingkungan dan status imunitasnya.  Penambahan amylase, biasanya juga bersamaan dengan penambahan enzim lain, untuk meningkatkan produksi enzim endogeneous telah terbukti dapat memperbaiki pencernaan nutrisi dan penyerapannya. 
d.      Enzim Pemecah Asam pitat
Fosfor merupakan unsur esensial untuk semua hewan, karena diperlukan untuk mineralisasi tulang, imunitas, fertilitas dan juga pertumbuhan. Unggas hanya dapat mencerna fosfor dalam bentuk asam pitat yang terdapat dalam sayur sekitar 30-40 %.  Phospor yang tidak dapat dicerna akan keluar bersama kotoran (feces) dan menimbulkan pencemaran.
Enzim phytase dapat memecah asam pytat, maka penambahan enzim tersebut pada pakan ternak akan membebaskan lebih banyak phospor yang digunakan oleh hewan.
Enzim phytase banyak dikenal dapat menghilangkan pengaruh anti nutrisi asam pitat. Penggunaan enzime phytase  dalam pakan akan mengurangi keharusan penambahan sumber-sumber fosfor anorganik   mengingat fosfor asal bahan baku tumbuhan terikat dalam asam pitat yang mengurangi ketersediaannya dalam pakan Padahal suplementasi fosfor anorganik misalnya mengandalkan di kalsium fosfat maupun mono kalsium fosfat relatif mahal belakangan ini. Di samping itu, fosfor yang terikat dalam asam pitat yang tidak bisa dicerna sempurna oleh sistem pencernaan hewan monogastrik akan ikut dalam feses dan menjadi sumber polutan yang berpotensi mencemari tanah. Fosfor tidak terurai dalam tanah sehingga dalam jangka panjang, pembuangan feses dengan kandungan fosfor tinggi akan menimbulkan masalah bagi tanah. 
Terdapat dua keuntungan menggunakan phytase dalam pakan ternak yaitu (1) pengurangan biaya pakan dari pengurangan suplemen P pada makanan dan (2) pengurangan polusi dari berkurangnya limbah melalui feses.
 a.1. Sumber Phytase
 Phytase dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu 6-phytase dan 3-phytase.  Penggolongan ini berdasarkan pada tempat awal molekul pitat dihidrolisis.  6-phytase umumnya ditemukan dalam tanaman, sedangkan 3-phytase dihasilkan oleh jamur (mikroorganisme) (Dvorakova, 1998, diacu oleh Maenz, 2001).
a.1.1. Phytase Tanaman
Hampir semua tanaman mempunyai aktivitas phytase namun jumlah dan aktivitasnya sangat bervariasi cukup besar antar tanaman.  Eeckhout., et al (1994) telah mengevaluasi level phytase pada 51 feedstuffs yang digunakan di Belgia dan menyimpulkan bahwa aktivitas phytase terdapat pada biji sereal seperti gandum sedangkan feedstuff lainnya termasuk kedelai mengandung aktivitas phytase yang sangat rendah (Maenz, 2001).  Kandungan P pada pakan unggas berkisar 45 sampai 70 % (Barrier-Guillot et al, 1996, diacu oleh Maenz, 2001). Lebih lanjut Barrier-Guillot et al., 1996) mengukur aktivitas phytase pada 56 contoh jagung yang tumbuh di Perancis tahun 1992 dan mendapatkan variasi aktivitas phytase antara 206 sampai 775 mU per gram.
Studi yang dilakukan oleh Kemme et al., (1998) diacu oleh Maenz (2001) terhadap degradasi asam pitat pada pencernaan babi (pigs) menunjukkan bahwa, bila diberi makan jagung, maka tingkat degradasinya adalah 3 %, phytase pada jagung 91 unit/kg, diberi makan campuran jagung, tingkat degradasinya 31 %, phytase pada campuran gandumdan jagung 342 unit/kg dan jika diberi makan campuran gandum dan jagung, tingkat degradasinya 47 %, kandungan phytase pada campuran ini adalah 1005 unit/kg.  Studi ini menunjukkan bahwa tingginya kandungan phytase pada gandum dan jagung dapat membantu meningkatkan tingkat kecernaan asam pitat pada hewan.
 a.1.2. Phytase Mikroorganisme
Enzim hydrolitik yang menguraikan asam pitat dihasilkan oleh berbagai macam mikroorganisme.  Dvorakova (1998) yang diacu oleh Maenz (2001) mengatakan bahwa ada 29 jenis jamur, bakteri dan ragi yang menghasilkan enzim phytase.  Dari 29 jenis tersebut, 21 jenis diantaranya menghasilkan enzim phytase extraceluler.  Strain jamur Aspergilus niger menghasilkan aktivitas phytase extraseluler yang tinggi (Volfova et al., 1994) yang diacu oleh Maenz (2001).














III.PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1.      Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses suatu reaksi kimia tanpa ikut bereaksi) dalam suatu reaksi kimia, tanpa mempegaruhi keseimbangan reaksi. Struktur enzim tidak berubah baik sebelum dan sesudah reaksi.
2.      Enzim tersusun dari  molekul protein yang disebut Apoenzim dan kofaktor yang berupa gugus prostetik, koenzim dan ion-ion anorganik.
3.      Enzim bersifat koloid, luas permukaan besar, bersifat hidrofil, dapat bereaksi dengan senyawa asam maupun basa, kation maupun anion, enzim sangat peka terhadap faktor-faktor yang menyebabkan denaturasi protein misalnya suhu, pH dll, enzim dapat dipacu maupun dihambat aktifitasnya, enzim merupakan biokatalisator yang dalam jumlah sedikit memacu laju reaksi tanpa merubah keseimbangan reaksi, enzim tidak ikut terlibat dalam reaksi, struktur enzim tetap baik sebelum maupun setelah reaksi berlangsung, enzim bermolekul besar, enzim bersifat khas/spesifik.
4.      Konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu,  pH, pengaruh dan inhibitor.
5.      Enzim yang biasa digunakan dalam industri pakan saat ini yaitu enzim untuk memecah serat,enzim pemecah protein, enzim pemecah pati dan enzim pemecah asam pitat


DAFTAR PUSTAKA

Ahira, A. 13 Desember, 2010. ” Enzim dan Koenzim”, blogspot: online
Daryl K, Granner, Murray, Robert. K, Rodwell, Victor W. 2009. Biokimia Herper Edisi 27. EGC: Jakarta
 Maenz, D.D. 2001.  Enzimatic Characteristics of Phytases as they Relate to Their Use in Animal Feeds. In Enzimes in Farm Animal Nutrition. Bedford, MR and GG Patridge (Eds).  CABI Publishing. UK
Samadi. 2004. ”Feed Quality for Food Safety”, Kapankah di Indonesia: Inovasi Online vol 2 (XVI).
Sheppy, C.  2001.  The Current Feed Enzyme Market and Likely Trends. In Enzimes in Farm Animal Nutrition. Bedford, MR and GG Patridge (Eds).  CABI Publishing. UK



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar